Para pakar hadis mendefinisikan bahwa Hadis merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. meliputi sabda, segala sesuatu yang dilakukan, persetujuan dan penetapan Nabi saw. terhadap suatu kejadian.
Hadis sendiri memiliki tiga fungsi
utama terhadap Al-Quran, yaitu sebagai penjelas dan perinci daripada
hukum-hukum di dalam Al-Quran yang sifatnya umum, juga sebagai penguat
hukum-hukum yang ada di dalam Al-Quran. Terakhir, hadis berfungsi sebagai
sumber hukum mandiri yang tidak termaktub di dalam Al-Quran. Dengan demikian
hadis berkedudukan sebagai sumber hukum utama dalam Islam setelah Al-Quran.
Sejarah
Pembukuan Hadis
Sebelum membahas lebih jauh tentang fase-fase
dibukukannya Hadis, ada hal yang harus digarisbawahi bahwa penulisan Hadis dan
pembukuannya adalah dua hal yang jelas berbeda. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dimulainya pembukuan Hadis bukanlah permulaan hadis ditulis. Dan salah
besar ketika menyimpulkan bahwa hadis Rasulullah saw. baru ditulis bersamaan
ketika Hadis dibukukan atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz di awal abad
kedua hijriah.
Menariknya, selain hafalan yang kuat
oleh para sahabat dalam menjaga dan mentransmisi Hadis, praktik penulisan hadis
juga sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan
dengan dua hal; Pertama melalui fakta bahwa beberapa sahabat memiliki
lembaran-lembaran berisi hadis Rasulullah saw. seperti Shahifah Jabir
bin Abdullah dan Shahifah Abdullah bin Amr, juga dengan riwayat Abu
Hurairah yang tertulis di Shahih Bukhari yaitu:
(( مَا مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا
عَنْهُ مِنِّي، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو ؛ فَإِنَّهُ
كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ))
"
Tidak ada sahabat Nabi saw. yang memiliki hadis lebih banyak dari aku,
kecuali Abdullah bin Amr; karena dia menulis hadis sedang aku tidak menulisya"
(Hr. Bukhari, Kitab Ilmu, Bab Penulisan
Ilmu, No. Hadis 113).
Kemudian secara garis besar, hadis
Rasulullah saw. melewati tiga fase periodik
dalam sejarah pembukuannya; Fase kepenulisan (Kitabah) pada abad pertama
hijriah, fase pengumpulan (Tadwin) pada abad kedua hijriah dan terakhir
adalah fase pengelompokkan (Tasnif) pada abad ketiga hijriah.
Fase
Kepenulisan (Kitabah)
Fase ini dimulai dari semasa Nabi saw. masih hidup sampai dengan tahun 100 hijriah. Atau bisa disebut sebagai abad pertama dalam fase pembukuan hadis. Pada zaman Rasululllah saw. hadis diajarkan dan ditransmisikan bagai halaqah keilmuan dengan Rasulullah saw. sebagai guru, sedang para sahabat sebagai murid.
Tradisi ini berlanjut sampai
generasi tabi’in, dimana Hadis ditransmisikan secara organik melalui mulut ke
mulut dan sebagian diikat di lembaran-lembaran. Sahabat sebagai pewaris
Rasulullah saw. mengajarkan kepada tabiin, melanjutkan misi dakwah Rasulullah
saw., menjadi ulama ummat pada masa itu. Selain itu, banyaknya orang yang
memeluk Islam juga mempengaruhi faktor masifnya transmisi hadis pada masa itu.
Hadis yang tertulis pada zaman ini
masih sangat abstrak. Tersebar dan disimpan oleh pemiliknya masing-masing. Juga
ditulis tidak berdasarkan urutan yang baku seperti diurutkan sesuai dengan bab
fikihnya.
Fase
Pengumpulan (Tadwin)
Setelah abad pertama selesai. Hadis
memasuki babak baru di abad kedua hijriah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz
memerintahkan seluruh gubernur dan ulamanya untuk memulai proyek pengumpulan
dan pembukuan Hadis secara besar-besaran. Perintah tersebut datang bukan tanpa
alasan, melainkan dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang amat prinsipil.
Faktor pendorong itu setidaknya ada tiga.
Pertama, kekuasaan Islam yang
semakin luas memaksa para ulama dan hufadz menyebar ke pelosok-pelosok daerah
taklukan Islam guna menyebarkan dakwah. Hal ini mengakibatkan konektivitas
antar ulama dan hufadz menjadi sulit karena terpisahnya jarak.
Kedua, para sahabat dan kibar tabiin
mulai menua dan kemudian wafat. Ini merupakan kejadian yang serius, mengingat
mereka adalah pemilik warisan nabi, saksi hidup atas kenabian Rasulullah saw., manusia yang paling paham
tentang wahyu. Hal ini membuat Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan
pembukuan Hadis.
Ketiga, munculnya hadis palsu.
Ketika aliran-aliran dalam Islam mulai muncul, bersamaan itu juga hadis-hadis
palsu mulai marak dibuat oleh kalangan tertentu untuk kepentingan kelompoknya
sendiri.
Pada masa inilah buku-buku hadis
generasi pertama lahir. Seperti Muwatha’ nya Imam Malik bin Anas, Musnad milik
Abu Dawud al-Thayalisi, Musnad milik Imam al-Syafi’I, Al-Maghazi wa Al-Siyar
milik Ibn Ishaq, Mushannaf milik Sufyan bin Uyainah, Mushannaf Syu’bah bin
Hajjaj dan lain-lain.
Meski terbilang sukses besar, proyek
pembukuan hadis pada masa ini masih memiliki beberapa kekurangan. Diantaranya
masih memuat hadis-hadis yang statusnya dhoif dan masih memuat perkataan
sahabat dan tabiin berikut dengan fatwa-fatwa mereka.
Fase
Pengelompokkan (Tasnif)
Kemudian setelah hadis berhasil
dibukukan. Ia melewati babak baru yang disebut oleh pakar hadis sebagai marhalah
tasnif (fase pengelompokkan). Fase ini dimulai dari abad ketiga hijriah.
Dalam fase ini, ulama dan pakar hadis melakukan khidmah yang luar biasa hebat
untuk hadis Rasulullah saw.. Dalam menjalankan upaya khidmah mereka, ulama
menggunakan dua kaidah pokok. Pertama, memurnikan hadis dari
perkataan-perkataan sahabat (mauquf), juga memurnikannya dari perkataan tabiin
(maqtu’). Kedua, meneliti hadis-hadis yang dhoif kemudian memisahkannya.
Metode penulisan hadis pada zaman
ini juga lebih rapih dan terstruktur. Sebagian ditulis sesuai dengan tema dan
kandungan suatu hadis seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Sebagian lagi
ditulis sesuai dengan urutan nama perawinya seperti musnad-musnad yang ada,
Musnad Imam Ahmad contohnya.
Khidmah luar biasa terhadap sunnah
ini terus berlanjut di generasi selanjutnya. Selain ensiklopedia hadis seperti
kutub sittah, mu’jam, musnad, sunan, dll. lahir, muncul juga berbagai disiplin
ilmu cabang turunannya seperti kritik hadis (naqd), ilmu ‘ilal hadis,
dll yang merupakan buah manis dari upaya
dan dedikasi hebat ulama dalam berkhidmah terhadap sunnah.
Oleh karena diatas, fase ini disebut
oleh para pakar hadis sebagai masa keemasan sunnah.
Oleh: Fadiya Reza Ramadhan
Disarikan dari diktat kuliah Tarikh
Sunnah (Mata kuliah tingkat 1
Fakultas Ushuluddin) karya Prof. Taufiq Ahmad Salman
Komentar