KEBIJAKAN ABSENSI; REORIENTASI IDENTITAS MAHASISWA AL-AZHAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KARAKTER DI ERA SOCIETY 5.0
Ditulis oleh: Nabil Irtifa Afrizal Khoeri
Universitas al-Azhar merupakan salah satu institusi pendidikan paling berpengaruh dengan taraf internasional di bidang keilmuan dan spiritualitas. Keberhasilan penanaman karakter Azhari kepada para mahasiswa yang kuat, berhasil menjadi modal utama para alumni al-Azhar dalam menyiarkan agama Islam yang rahmatan lil a’lamin ke seluruh penjuru dunia. Sebut saja tokoh seperti Syekh Hasan al-Aththar, M. Rifa’ah ath-Thathawiy, Muhammad Abduh, Quraish Shihab, Hamka dan sejumlah ulama yang telah mengajar di pelbagai perguruan tinggi dunia, adalah barang pasti manifestasi dari penanaman karakter azhari yang sangat kuat.
Namun, di era society 5.0, evolusi cepat teknologi informasi dan komunikasi membawa perubahan drastis bagi mahasiswa yang berimpact pada keterhambatan penguatan karakter Azhari itu sendiri. Pesatnya pertumbuhan teknologi seperti artificial intelligence (AI) yang bisa menjawab seluruh pertanyaan tanpa terkecuali yang memakai bahasa Arab, bantuan teknologi yang memudahkan mahasiswa untuk merekam muhadharah serta mengakses dars-dars lain di internet sehingga menjadi alasan untuk tidak masuk kelas dan lebih memilih aktivitas lainnya seperti bisnis, organisasi dan talaqi yang berujung menjadikan kuliah sebagai prioritas kedua. Tentu, ini merupakan disorientasi dari jati diri “Mahasiswa” yang harus sesegera mungkin ditanggulangi, guna mempertahankan karakter Azhary yang kuat dari segi akal dan naql. Satu di antara upaya Universitas al-Azhar untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan cara menerapkan kebijakan absensi[1].
Sebagai respon terhadap fenomena di atas, di dalam esai ini penulis akan menjabarkan berbagai langkah konkret dan pendekatan yang dapat diambil guna merealisasikan reorientasi jati diri mahasiswa al-Azhar guna meningkatkan karakter mahasiswanya itu sendiri di era society 5.0. Melalui analisis yang mendalam dan komprehensif serta didukung dengan data riil melalui wawancara, tulisan ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi seluruh mahasiswa al-Azhar dalam menerima kebijakan baru kampus yang berhubungan dengan absensi.
Reorientasi Jati Diri Mahasiswa al-Azhar di Era Society 5.0
Sebelum menelisik lebih jauh tentang kebijakan absensi dan pengaruhnya terhadap penguatan karakter Azhari di era society 5.0, penulis akan terlebih dahulu mengurai makna dari jati diri mahasiswa al-Azhar itu sendiri, guna memudahkan dalam mengembalikan makna tersebut kepada orientasi yang seharusnya.
Jati diri mahasiswa al-Azhar merupakan tiga kesatuan kata yang dihimpun menjadi satu entitas sehingga menciptakan suatu makna yang baru dan sempurna. Secara etimologis, kata “jati diri” mempunyai arti sebagai identitas dan dalam bahasa Inggris disebut identity.[2] Sedangkan secara terminologi, jati diri merupakan suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas sedemikian rupa, sehingga diakui sebagai suatu pribadi atau entitas yang menjadi pembeda dengan yang lainnya.[3] Sedangkan kata “mahasiswa” secara etimologis berasal dari kata “maha” yang berarti besar dan “siswa” yang berarti terpelajar.[4] Lebih jauh dari itu, Suswono mengungkapkan bahwa mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti proses belajar di sebuah perguruan tinggi[5]. dan kata terakhir yaitu al-Azhar merupakan sebuah penyandaran kepada nama kampus al-Azhar itu sendiri.
Secara eksplisit, jati diri mahasiswa al-Azhar adalah sebuah entitas atau individu yang sedang menempuh pembelajaran di Universitas al-Azhar, serta senantiasa mengikuti seluruh rangkaian proses pembelajaran di instansi tersebut tanpa terkecuali.
Berdasarkan pengertian tersebutlah orientasi mahasiswa al-Azhar tercipta, juga secara tidak langsung bagi siapapun mahasiswa yang tidak memenuhi klasifikasi tersebut -seperti tidak hadir ke kuliah dengan alasan yang tidak bisa ditolelir, tidak mengikuti jam pelajaran, tidak menjadikan kuliah sebagai prioritas utama dan lain sebagainya-, maka dari sini sudah dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tersebut sudah kehilangan arah sebagai pelajar (disorientasi) dan harus sesegera mungkin untuk ditanggulangi supaya tidak menimbulkan efek domino di kemudian hari.
Lantas, apakah banyaknya disorientasi mahasiswa al-Azhar terlebih mahasiswa asal Indonesia yang ditandai dengan sedikitnya mahasiswa yang masuk ke kelas dengan total keseluruhan persentase yang sangat timpang saat ini dipengaruhi oleh faktor eksternal? Tentu, transformasi digital yang ditandai dengan evolusi cepat teknologi informasi dan komunikasi berhasil membawa perubahan drastis bagi orientasi pendidikan mahasiswa al-Azhar saat ini. Pasalnya, saat ini kita hidup di era society 5.0 [6]yang notabenenya seluruh kegiatan manusia di zaman sekarang berpusat dan berbasis pada teknologi. [7]Implikasi dari hal tersebut menjadikan semua pekerjaan menjadi lebih mudah dan instan.
Beradaptasi dengan zaman seperti ini merupakan sebuah keniscayaan bagi seluruh manusia terlebih bagi mahasiswa. Bagai dua mata uang berbeda yang saling berhimpitan satu sama lain, era society ini membawa banyak dampak positif tetapi sebanding juga dengan kerusakan (dampak negatif) apabila tidak disikapi dengan bijak. Contoh manfaat dan dampak positif yang bisa dirasakan oleh mahasiswa di era society 5.0 ini adalah kegiatan pembelajaran yang tidak hanya berfokus kepada satu sumber saja, yaitu buku. Tetapi, di era society seperti ini para mahasiswa bisa melakukan pembelajaran dengan sistem audio visual dan lebih jauh dari itu, akses terhadap jurnal internasional semakin mudah karena didukung langsung oleh pertumbuhan teknologi yang sangat cepat dan masif.
Namun, dibalik semua dampak positif yang dihasilkan, dampak negatif yang timbul dari era society 5.0 ini juga sangat banyak sekali. Satu di antara banyak contoh yang paling fundamental dan relevan dengan kehidupan mahasiswa adalah ketergantungan kepada teknologi. Sehingga, hal tersebut berakibat pada kehilangan jati diri dan karakter dirinya sebagai mahasiswa yang notabenenya mahasiswa itu memiliki ketajaman analitis, mampu berpikir kritis, rasionalis dan statismatis. Lebih jauh dari itu, efek ketergantungan terhadap teknologi adalah menjadikan manusia sebagai robot dari teknologi itu sendiri. Maka dari itu, untuk tetap menjaga karakter dan identitas sebagai mahasiswa, kebijakan absen yang berimpact pada wajibnya kehadiran kuliah dan bijak dalam menggunakan teknologi, merupakan modal utama dan modal paling vital untuk mengaktualisasikan reorientasi identitas dan penguatan karakter mahasiswa al-Azhar di era society 5.0
Korelasi Absensi dan Peningkatan Karakter Azhari
Kebijakan absensi di institusi pendidikan bukan merupakan hal yang aneh. Tetapi hal tersebut berbanding terbalik dengan yang terjadi di al-Azhar. Selama 10 lebih setengah abad yang terhitung dari tahun 970 masehi yang merupakan tahun didirikan dan mulai beroperasinya Universitas al-Azhar, al-Azhar berhasil mencetak ulama dan ilmuwan kaliber dunia tanpa melalui sistem absensi. Maka ketika dalam beberapa tahun terakhir dan intens disosialisasikan pada tahun ini oleh pihak kampus melalui laman resmi Facebook dan langsung sosialisasi secara tatap muka, kebijakan absensi dengan mewajibkan kehadiran sejumlah 75% dan jika kurang dari angka tersebut, maka mahasiswa dinyatakan tidak boleh mengikuti ujian serta dinyatakan tidak naik tingkat. Sehingga, kebijakan absensi tersebut menuai berbagai tanggapan dari seluruh mahasiswa di seluruh dunia, tidak terkecuali dari mahasiswa Indonesia.
Gambar 1: Ma’lumat resmi tentang kebijakan absensi[8]
Berangkat dari banyaknya tanggapan pro dan kontra terkait diberlakukannya absensi di atas, penulis berhasil mewawancarai 3 orang mahasiswa asal Indonesia dengan latar belakang tingkat yang berbeda. Ketika penulis menanyakan tentang setuju atau tidaknya dengan kebijakan absensi ini, ketiga narasumber sepakat dengan mengatakan setuju yang didukung dengan berbagai argumen berbeda. Dalam sesi wawancara, Badruzzaman (Mahasiswa tingkat 1 Fakultas Ushuluddin) menyebutkan bahwa “absensi memang sudah seharusnya ada dan memang menjadi hal yang paling mendasar untuk meningkatkan serta menjaga persentase kehadiran mahasiswa”. [9]Kemudian Mahfuzi (Mahasiswa tingkat 2 Fakultas Ushuluddin) menambahkan bahwasanya adanya “absen itu sebagai solusi untuk meminimalisir adanya kebolosan kelas yang disengaja dan solusi bagi orang yang sedang mengalami disorientasi sebagai mahasiswa di al-Azhar”.[10] Dan terakhir, Taqiyuddin (Mahasiswa Tingkat 4 Fakultas Ushuluddin) menuturkan jawaban yang sangat kompleks bahwasanya, “adanya kebijakan absensi ini merupakan sebuah terobosan yang sangat bagus guna mengembalikan kembali esensi dari kata “mahasiswa” yang notabenenya mahasiswa itu bergelut dan menghabiskan kegiatannya di sekitaran kampus. Mengingat, saat ini hanya sedikit sekali Mahasiswa al-Azhar terlebih yang berasal dari Indonesia yang sering berkuliah juga berkegiatan di sekitar lingkungan kampus. Jadi, adanya kebijakan ini sebagai upaya untuk mengembalikan kembali jati diri mahasiswa al-
Azhar yang sebenarnya”.[11]
Kemudian lanjut pada pertanyaan kedua tentang korelasi dari absensi dan peningkatan karakter mahasiswa al-Azhar, Taqiyuddin menyatakan bahwa kebijakan absensi ini bisa dijadikan sebagai perantara mahasiswa yang kehilangan orientasinya sebagai mahasiswa supaya bisa kembali pada rel-nya sebagai mahasiswa. Ketika mahasiswa tersebut aktif dalam perkuliahan, maka secara tidak langsung kultur lingkungannya lah yang akan merubah karakter mahasiswa itu. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwasanya kultur kampus itu adalah kultur yang akan membentuk manusia menjadi pribadi yang mampu berpikir kritis.[12] Jawaban tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Badruzzaman dan Mahfuzi.
Selain berpengaruh terhadap pembentukan karakter yang kuat, kebijakan absensi dengan mewajibkan mahasiswanya hadir ke kelas berpengaruh juga terhadap peningkatan prestasi mahasiswa. Hal tersebut sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Syavardie di STIE H. Agus Salim Bukittinggi bahwasanya sebesar 61,4% absensi sangat mempengaruhi terhadap prestasi akademik mahasiswa, sehingga sisanya sebesar 38,6 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar absensi[13]. Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh absensi cukup kuat (lebih dari 50%) terhadap peningkatan prestasi mahasiswa.
Berdasarkan data dan analisis yang dipaparkan oleh penulis di atas, kebijakan absensi akan sangat berpengaruh terhadap reorientasi jati diri mahasiswa al-Azhar di era society 5.0. Ketika mahasiswa sudah berada dalam orientasi yang seharusnya, maka hal tersebut akan menjadi perantara dari menguatnya karakter Azhari dalam diri mahasiswa. Karena, sebagaimana konsep karakter yang dikemukakan oleh Lickona dan dikutip oleh Iriany dalam jurnalnya, komponen karakter itu terdiri dari tiga hal; Konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral behavior)[14].
Berdasarkan ketiga komponen yang disebutkan di atas, dapat dinyatakan bahwa karakter yang didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan baik itu secara aqli (akal) atau naql (dalil), keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan baik, akan mengantarkan kepada tujuan utama yaitu menjadi mahasiswa yang mempunyai karakter Azhari yang kuat di era society 5.0. Penting untuk diketahui bahwasannya keseluruhan komponen karakter yang disebutkan oleh Lickona, semuanya terdapat di lingkungan kampus dan hanya bisa diakses oleh orang yang berada di orientasi mahasiswa yang tepat.
Langkah-langkah Konkret dan Progresif
Membentuk mahasiswa ideal yang berkarakter Azhari di era society 5.0 tentu bukan lah suatu hal yang mudah. Maka untuk itu, penulis akan menyajikan beberapa langkah konkret dan progresif yang relevan dengan paparan yang sudah dijelaskan di atas. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Pertama, menentukan niat dan tujuan (determine the goal). Bukan tanpa alasan penulis menyimpan langkah pertama ini di tingkatan paling atas, melainkan karena dua elemen inilah yang akan menjadi kunci dan penentu dari gerak langkah kita selama berada di Mesir. Sebagus apapun konsep dan kebijakan yang disediakan oleh kampus, kalau niat dan tujuan dalam diri nya tidak sesuai dengan orientasi dari jati diri mahasiswa alAzhar, maka semuanya akan sia-sia. Oleh karena itu, langkah pertama ini penting untuk menjadi perhatian semua mahasiswa. Sebesar apapun rintangan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam prosesnya, kalau niat dan tujuannya sudah tertancap sangat kuat, maka mahasiswa itu tidak akan terjerumus pada lubang disorientasi jati diri mahasiswa
Kedua, mematangkan kecakapan 4C (Creativity, critical thinking, communication, collaboration). Kecakapan 4C ini merupakan salah satu bekal utama yang harus dibawa guna menghadapi era society 5.0 supaya tidak menjadi mahasiswa yang ketergantungan terhadap teknologi. Kecakapan 4C ini dapat kita temukan dengan mudah ketika berada di kampus, baik itu melalui diskusi ringan dengan teman, bertanya kepada guru, atau bahkan bisa didapatkan melalui organisasi yang sehat.
Ketiga, menentukan role model. Di era society 5.0 role model mempunyai peran sangat vital bagi mahasiswa dalam melewati kehidupan sehari-harinya. Entah itu sebagai sosok yang dapat memberikan inspirasi dan motivasi kepada individu untuk mencapai potensi dan karakter maksimal mahasiswa. Entah juga sebagai sosok yang bisa dijadikan contoh dalam menghadapi tantangan etis. Role model yang memiliki integritas kuat, kuat dari segi aql dan naql, dan role model yang memiliki etika yang kuat, dapat menjadi pemandu etis bagi mahasiswa dalam menghadapi dilema etis di kemudian hari.
Keempat, memaksimalkan perkembangan teknologi dengan baik. Sebagai mahasiswa yang memiliki karakter Azhari yang kuat di dalam diri, sudah sepatutnya untuk bijak dalam menggunakan teknologi. Baik itu ketika menggunakan AI, IOT, ataupun teknologi-teknologi yang lainnya. Ketika mahasiswa berhasil memaksimalkan dan memanfaatkan teknologi dengan baik, maka mahasiswalah yang akan mendapatkan manfaat dari teknologi itu, dan bukan sebaliknya, mahasiswa yang dimanfaatkan oleh teknologi.
Sebagai penutup, kebijakan absensi yang dilakukan oleh kampus merupakan sebuah respon dari banyaknya disorientasi mahasiswa al-Azhar di era society 5.0. dengan adanya kebijakan absen dan langkah-langkah konkret juga progresif yang telah dipaparkan di atas, diharapkan bisa menjadi referensi bagi seluruh mahasiswa al-Azhar dalam menerima kebijakan baru kampus yang berhubungan dengan absensi. Lebih jauh dari itu, penulis juga ingin menekankan bahwasanya ke empat langkah di atas mempunyai peranan signifikannya masing-masing yang bagi kehidupan mahasiswa dan diharapkan juga bisa menjadi perantara dalam meningkatkan karakter mahasiswa alAzhar di era society 5.0, juga berhasil mencapai titik akhir dari tujuan itu semua yaitu menjadi Azhari yang ideal di segala lini, baik itu dari segi ilmu agama ataupun dari ilmu pengetahuan umum.
[1] Selain berpengaruh terhadap penguatan karakter, absensi juga sangat berperan vital dalam menaikan persentase prestasi Mahasiswa. Lihat Syavardie, Pengaruh Absensi terhadap nilai akhir mata kuliah statitisk ekonomi dan bisnis pada mahasiswa STIE H. Agus Salim Bukittinggi , Vol. XV, No. 1, Maret 2024
[2] KBBI V, diakses secara online lewat aplikasi
[3] Iriany, Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Revitalisasi Jati Diri Bangsa, Jurnal Pendidikan Universitas Garut, Vol. 08; No 01; 2014 hal 54-85
[4] KBBI V, diakses secara online lewat aplikasi
[5] Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
[6] Era Society adalah era yang keadaan masyarakatnya itu dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang di era revolusi industry 4.0 seperti Internet of Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (Kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah yang besar) dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. (Subandowo, 2022)
[7] Subandawo, Teknologi Pendidikan di Era Society 5.0, Vol. 9, No. 1,24; 2022 hal 26
[8] https://www.facebook.com/share/p/i3hEoR9AR5vHuqUi/?mibextid=WC7FNe Diakses pada laman resmi facebook fakultas Ushuluddin pada hari Jum’at, 01 November 2024 pukul 20:52
[9] Badruzaman, “Kebijakan Absensi dan Korelasinya dengan Karakter Azhari”, wawancara oleh Nabil Irtifa, 31 Oktober 2024
[10] Mahfuzi “Kebijakan Absensi dan Korelasinya dengan Karakter Azhari”, wawancara oleh Nabil Irtifa, 31 Oktober 2024
[11] Taqiyuddin “Kebijakan Absensi dan Korelasinya dengan Karakter Azhari”, wawancara oleh Nabil Irtifa, 31 Oktober 2024
[12] Ibid
[13] Syavardie, Pengaruh Absensi Terhadap Nilai Akhir Mata Kuliah Statitisk Ekonomi Dan Bisnis Pada Mahasiswa STIE H. Agus Salim Bukittinggi , Vol. XV, No. 1, Maret 2024
[14] Iriany, Pendidikan karakter sebagai Upaya revitalisasi jatidiri bangsa, Jurnal Pendidikan Universitas Garut, Vol. 08; No 01;2014 hal 54-85
Daftar pustaka
Iriany, Ieke Sartika. Pendidikan karakter sebagai Upaya revitalisasi jatidiri bangsa, Jurnal Pendidikan Universitas Garut, Vol. 08; No 01;2014 hal 54-85
Kamus Besar Bahasa Indonesia V. (n. d). Diakses pada 01 November 2024, dari Aplikasi KBBI V
Sarwono, S. W. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syavardie, Yimmi. Pengaruh Absensi terhadap nilai akhir mata
kuliah statitisk ekonomi dan bisnis pada mahasiswa STIE H. Agus Salim
Bukittinggi , Vol. XV, No. 1,
Maret 2024
Subandawo, Marianus. Teknologi Pendidikan di Era Society 5.0, Vol. 9, No. 1,24; 2022 hal 26
Website:
https://www.facebook.com/share/p/i3hEoR9AR5vHuqUi/?mibextid=WC7FNe
Diakses pada laman resmi facebook fakultas Ushuluddin pada hari Jum’at, 01 November 2024
pukul 20:52
Wawancara:
Badruzaman, “Kebijakan Absensi dan Korelasinya dengan Karakter Azhari”, wawancara oleh Nabil Irtifa, 31 Oktober 2024
Mahfuzi “Kebijakan Absensi dan Korelasinya dengan Karakter Azhari”, wawancara oleh Nabil Irtifa, 31 Oktober 2024
Taqiyuddin “Kebijakan Absensi dan Korelasinya dengan Karakter Azhari”, wawancara oleh Nabil Irtifa, 31 Oktober 2024
Komentar