Sidang disertasi seorang mahasiswa yang mendapat predikat mumtaz ini sempat membuat para Ushulians bertanya-tanya. Rupanya, ia tak pulang dan belum memutuskan untuk menikah hingga selesai menyelesaikan S3-nya, memecahkan rekor tokoh Azzam dalam Ketika Cinta Bertasbih yang tak pulang selama 10 tahun, Kira-kira, apakah motivasinya? Diawal tahun 2023, mahasiswa yang bernama lengkap Muhammad Lingga Muttaqin tersebut telah merampungkan sidang disertasinya yang berlangsung di Auditorium Imam Adz-Dzahabi, Fakultas Ushuluddin Banin, Universitas Al-Azhar, El Darb El Ahmar, Kairo pada Sabtu (21/01).
Tesis tersebut dipandu oleh Prof. Dr. Salim Abdul Khaliq Abdul Hamid As-Sukary; Kepala Departemen Tafsir dan Ulumul Qur'an Fakultas Ushuluddin Kairo dan Wakil pada periode sebelumnya sebagai Pembimbing Utama, Dr. Mahmud Ibrahim Ibrahim An-Nafadh; Dosen Tafsir dan Ulumul Qur'an Fakultas Ushuluddin Kairo sebagai Pembimbing Pendamping, Prof. Dr. Muhammad Sholah Syidad; Profesor Tafsir dan Ulumul Qur’an Fakultas Ushuluddin Kairo sebagai Pendebat Internal, dan Prof. Dr. Abdussyafi Ahmad Ali; Profesor Tafsir dan Ulumul Qur'an Kuliah Dirasat Islamiyah Kairo sebagai Pendebat Eksternal.
Pemuda asal Jawa Timur itu mengungkapkan bahwa telah menulis disertasinya selama empat tahun, terhitung sejak tahun 2019 dengan judul :
حاشية
الكنز الجليل للعلامة إبراهيم بن إبراهيم بصيلة المتوفى سنة ١٣٥٢ هـ
على
مدارك التنزيل وحقائق التأويل للإمام النسفي من أول سورة القمر إلى آخر سورة الجن،
دراسة وتحقيق
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Ust. Lingga, Hasyiyah Al-Kanz Al-Jalil yang menjadi pilihan kajian disertasi ini, merupakan kitab tafsir yang condong pada corak tafsir balaghah atau sering dikenal dengan tafsir bayani. Pengkaji hasyiyah ini dituntut memahami berbagai perumpamaan pada tafsir-tafsir besar seperti Tafsir Ar-Razi, Tafsir Al-Bahr Al-Muhith karya Imam Abu Hayyan, Tafsir As-Sirajul Munir karya Imam Al-Khatib Asy-Syarbini, Tafsir Abi As-Su'ud, Tafsir Ruh Al-Ma'ani karya Imam Al- Alusi dan kitab tafsir lainnya, karena Syaikh Bushailah, pengarang hasyiyah ini sangat banyak mengutip perumpamaan tafsir-tafsir tadi. Alasan pemilihan judul disertasi ini adalah mengikuti anjuran bagi para pelajar asing dijurusan Tafsir dan Ulumul Qur’an yaitu untuk mengkaji studi tahqiq karena darinya kita dapat mengenal lebih jauh tentang kitab-kitab turats dan berbagai cabang ilmu.
Sementara itu, kesulitan dalam menggarap disertasi ini ternyata cukup pelik. Beliau menuturkan bahwa jumlah lauhah yang menjadi bahan disertasi beliau cukup banyak, yaitu sekitar 174 lauhah. Kemudian, kajian tahqiq adalah kajian yang cukup kompleks. Hal ini disebabkan oleh beragamnya pembahasan ilmiah yang terdapat dalam manuskrip –khususnya manuskrip tafsir– karena di sana ada macam-macam ilmu yang dibahas dalam tafsir Al-Quran. Selain itu, diperlukannya ketelitian dalam memastikan keautentikan tiap kata dalam hasyiyah dengan cara membandingkan teks manuskrip dengan kitab-kitab yang menjadi rujukannya.
Kesulitan ini ditambah dengan banyaknya hadis dan atsar yang perlu dikaji sanadnya dan menjelaskan arti lafaz gharib-nya. Di samping itu, ada banyaknya nama tokoh-tokoh yang wajib disebutkan biografi singkatnya, begitu juga nama tempat-tempat asing, kabilah-kabilah, dan bait-bait puisi Arab. Belum lagi istilah-istilah ilmiah yang menuntut penjelasan makna, serta menisbatkan tiap pendapat kepada pemiliknya. Yang lebih menguras pikiran adalah terkadang harus memilih pendapat yang paling kuat saat terjadi perbedaan pendapat antar ulama dalam beberapa masalah tafsir.
Walaupun ada
kesulitan di atas, tentu ada cara-cara untuk menghadapinya. Selain memohon
pertolongan Allah SWT, hendaklah berusaha sabar dalam mengkaji masalah-masalah
ilmiah. penulisan risalah hendaklah mendahulukan masalah-masalah yang mudah dan
tidak terlalu terpaku pada satu masalah yang sulit agar tidak menghabiskan
banyak waktu. Setelah selesai mengerjakan masalah yang mudah, kita bisa kembali
lagi pada masalah susah yang kita tinggalkan tadi.
Menurut penuturan beliau, ia pribadi banyak mengambil manfaat dari ilmu-ilmu dalam penulisan risalah dengan banyak bertanya kepada orang yang lebih tahu atau berdiskusi dan sharing dengan sesama pelajar yang menulis risalah.
Beliau mengingatkan para pelajar, khususnya yang melanjutkan ke jenjang dirasat ulya, bahwa kendala yang sering menghambat pelajar asing adalah keterampilan menulis dalam Bahasa Arab. Kurangnya pemahaman seseorang dalam menulis apa yang ada dipikirannya dapat berakibat kesalahpahaman penguji atau dosen pada maksud yang ingin disampaikan, sehingga bisa dianggap bahwa mahasiswa tidak menguasai materi. Selain itu, menurut beliau keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling sulit dari semua kemampuan linguistik yang lain seperti keterampilan membaca, mendengar, ataupun berbicara. Maka dari itu, beliau berpesan bahwa hendaknya sejak dibangku kuliah, para Ushulians membiasakan diri untuk menulis dalam Bahasa Arab supaya kelak tidak mendapatkan kesulitan yang berarti saat mendalami proses penulisan tesis dan disertasi.
“Pada jenjang dirasat ulya ini akan sangat banyak waktu kosong, dalam tamhidi ujian hanya sekali setahun, kemudian dalam penulisan risalah sudah tidak ada muhadharah lagi, maka hendaklah kita isi waktu kosong tadi untuk hal yang dapat menambah ilmu kita. Semoga teman-teman semua senantiasa diberikan kemudahan dalam belajar dan mendapat ilmu yang bermanfaat bagi umat, amin.” ucapnya dalam pesan terakhir yang ingin beliau sampaikan.
Namun belum selesai begitu saja, pihak Senat masih bertanya-tanya apa motivasi beliau untuk bertahan di Mesir selama 15 tahun, tak pulang dan belum memutuskan untuk menikah hingga meraih S3. Dalam hal ini beliau menjawab, “Dukungan penuh orang tua yang rela berkorban demi masa depan anaknya, padahal mereka diusia tua sangat perlu bantuan anak-anaknya, namun mereka mengikhlaskan jauhnya saya dari rumah, mereka senantiasa berdoa dan memberikan semangat agar saya bisa selesai studi di Mesir.”.
Wah, menarik sekali
bukan, Ushulians? Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari pengalaman serta
penuturan beliau, dan semakin termotivasi dalam menuntut ilmu, aamiin yaa mujibassaailiin.
Reporter: Nahwa
Haya Aghniarizka
Editor : Naqiyya
Mina Anatolia.
Komentar