Hadiri Nadwah Azhariyah dan Takrim Mutafawwiqin 2022, Syaikh Dr. Majdi Abdul Ghaffar: Mengingatkan Saya pada Daar al-Arqam zaman Rasulullah
Kairo- “Bima’rifati ittijahil wajhah sataj’aluk musta’iddan litamsyi ala bahril ilm. Dengan mengetahui arah akan mengantarmu siap untuk berlayar mengarungi medan lautan ilmu.” Kata-kata tersebut merupakan tema yang diusung Nadwah Azhariyah dan Takrim Mutafawwiqin pada tahun ini yang diadakan di Aula Wisma KMNTB, Al-Manteqah Ath-Thamenah, Madinat Nasr, Kairo pada Kamis (6/10). Kedua kegiatan tersebut adalah program SEMA-FU yang bertujuan untuk membuka kegiatan aktif perkuliahan dan mengapresiasi Mahasiswa Fakultas Ushuluddin yang berprestasi dalam akademik.
Tepat pada pukul 09.30, acara dimulai dengan dipandu oleh Ridho Ali selaku Pembawa Acara. Acara pertama merupakan pembacaan lantunan ayat suci Al-Qur’an oleh Masagus Farhan Al-Fattah dan diteruskan dengan sambutan dari Ketua SEMA-FU, Muhammad Fathan Roshish.
Dalam sambutannya, beliau menyatakan bahwa, mengapresiasi para mahasiswa yang berprestasi pada tahun sebelumnya bertujuan untuk menebarkan semangat belajar kepada para mahasiswa lain. Beliau berharap bahwa acara ini bisa memiliki dampak positif pada bangkitnya pembelajaran kuliah para Warga Ushuluddin. Beliau juga menjelaskan, bahwa acara Nadwah Azhariyah dan Takrim Mutafawwiqin ini disatukan untuk mengetahui arah yang benar dalam mempersiapkan pembelajaran dan memperbarui semangat untuk menuntut ilmu pada tahun ajaran baru ini.
Selanjutnya sambutan dihaturkan oleh Muhammad Fauzan sebagai perwakilan dari PPMI. Beliau menekankan tujuan pemaparan sejarah Al-Azhar oleh pemateri, yaitu supaya kita tetap menuntut ilmu mengikuti jejak dan cara para ulama terdahulu. Tak lupa beliau memberi selamat kepada para peserta Takrim Mutafawwiqin, juga berharap bahwa mereka bisa memberi motivasi bagi mahasiswa lain untuk bersaing dalam kebaikan.
Setelah pembacaan CV secara singkat tentang Ustadz Ahmad Alimuddin Ghozali, beliau selaku moderator mengambil alih acara inti. Gubernur KMNTB periode yang lalu itu berkata bahwa nadwah adalah titik awal bagi para mahasiswa khususnya dari Fakultas Ushuluddin. Selain itu, beliau mengingatkan akan pentingnya mengetahui sejarah ulama terdahulu dengan mengutip perkataan Syaikh Al-Khudori dimukadimah kitab Nurul Yaqin, “Semenjak saya masih kecil, saya memiliki kegemaran membaca sejarah dan kisah orang-orang terdahulu, dan saya menemukannya sebagai pendidik terbaik bagi akal manusia dan guru yang memberikan nasihat terbaik.” Setelah dipersilahkan oleh Ustadz Ahmad, Dr. Majdi Abdul Ghaffar memulai dengan pemberian nasihat dan pemaparan sejarah al-Azhar.
Kepala Bagian Pengembangan Mutu dan Pendidikan Universitas Al-Azhar tersebut mengawali dengan mengatakan bahwa ini adalah pertemuan kedua beliau dengan mahasiswa Fakultas Ushuludin, yang sebelumnya bertemu diacara Ittiba’ pada Maret lalu. Berikut adalah beberapa poin yang beliau paparkan:
1. Nadwah Azhariyah; Daar al-Arqam Zaman Terkini
Ketika Dr. Majdi melihat Nadwah Azhariyah yang dihadiri para mahasiswa gemilang ini, beliau teringat akan Daar al-Arqam bin Abil Arqam. Sebagaimana Daar al-Arqam yang dikatakan sebagai pusat dakwah Rasulullah pada tahun kelima kenabian, beliau berharap bahwa para mahasiswa ini ketika lulus nantinya, bisa menyebar dan menunjukkan identitas keislaman dan menjadi contoh terbaik umat Rasulullah.
2. Nadwah Azhariyah bertepatan dengan Tiga Peristiwa
Beliau juga berkata bahwa waktu acara ini bertepatan dengan tiga peristiwa. Pertama adalah permulaan tahun ajaran baru. Kedua, hari ini juga bertepatan pada hari di mana Allah memberikan kemenangan terhadap tentara Mesir. Dan ketiga, bertepatan dengan bulan kelahiran Rasulullah yang juga bulan kelahiran umat. Dengan ini, semoga kita mendapat kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang baik, kemenangan serta pertolongan dari Allah, dan keberkahan juga kemuliaan bulan kelahiran nabi.
3. Dua Ka’bah
“Sebenarnya, ada dua Ka’bah. Ka’bah iman salat dan ka’bah ilmu dalam kehidupan.” tutur Dr. Majdi. Sebagaimana manusia dari timur dan barat menghadap Ka'bah yang menjadi kiblat untuk melaksanakan salat, begitu pula manusia pergi ke Mesir yang menjadi kiblat untuk menuntut ilmu.
4. Semua itu Membutuhkan Waktu
Jika Rasulullah membebaskan Mekkah, meruntuhkan berhala di Ka’bah yang merupakan kiblat iman dan berhasil memberantas kebatilan pada tahun terakhir kenabiannya, maka Dr. Majdi bertanya, “Apakah seseorang bisa menyelesaikan pembelajaran dan mendapatkan syahadah dalam waktu tiga hari saja?” Tentu saja jawabannya tidak. Berbicara tentang waktu, al-Azhar yang merupakan kiblat ilmu telah berdiri sebagai tempat tersebarnya dakwah Islam, serta ilmu pengetahuan selama 1052 tahun, bahkan ini lebih lama dari dakwah yang dilakukan oleh Nabi Nuh selama 950 tahun.
5. Dari Azhar untuk Azhari, Dari Azhari untuk Azhar
Al-Azhar dahulu hanya sebuah masjid, yang pada akhirnya berkembang menjadi universitas dan masjid. Awalnya hanya dituju oleh orang-orang untuk salat, lalu berubah menjadi kiblat ilmu yang dituju orang untuk menuntut ilmu. “Dan tidaklah kalian datang ke negara Azhar (Mesir), kecuali untuk menyebarkan ilmu Azhar, sampai Azhar ada di negara kalian.” ucap Dr. Majdi.
6. Azhar Tempat Bernaung
Di Azhar, kita bisa mendapati orang-orang dengan warna kulit yang berbeda dan mazhab yang berbeda-beda kemudian bersatu dalam satu barisan dalam salat, dan bersatu dalam barisan ilmu dalam kehidupan. Jika biasanya satu madzhab hanya dianut oleh satu negara, maka di Azharlah para penganut mazhab itu semua berkumpul.
7. Grand Imam Al-Azhar Alumni Fakultas Ushuluddin
Dari Fakultas Ushuluddin, Fakultas pertama Azhar ini, lahirlah para ulama-ulama hebat, di antaranya adalah Syaikh Abdul Halim Mahmud, beliau adalah alumnus Fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah dan Filsafat. Syaikh Tantawi, beliau adalah alumnus Fakultas Ushuluddin, jurusan Tafsir dan Ulumul Qur’an. Selanjutnya ada Syaikh Ahmad Ath-Thayyib, beliau juga merupakan alumnus Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah dan Filsafat.
Setelah doa singkat yang dilantunkan Dr. Majdi untuk mengakhiri pemberian nasehat dan pemaparan beliau tentang sejarah Azhar, Ustadz Ahmad Alimuddin Ghozali sebagai moderator menyimpulkan bahwa, “Al-Azhar Asy-Syarif merupakan anugerah dan rahmat dari Allah Ta’ala, dan kita perlu memperhatikan Azhar secara posisi dan maknanya sehingga kita bisa mempraktekkan apa yang diinginkan Azhar di masa depan.” Kemudian, dilanjutkan sesi tanya-jawab dengan Dr. Majdi Abdul Ghaffar yang disambut dengan antusias oleh para hadirin.
Berikutnya, acara dilanjutkan dengan pemberian sertifikat dan cendera mata kepada Dr. Majdi Abdul Ghaffar. Beliau tampak begitu bahagia menerima cendera mata berupa sebingkai sketsa potret dirinya. Kemudian, acara diakhiri dengan pemberian penghargaan pada mahasiswa sebanyak 47 orang berdasarkan nilai tertinggi berpredikat jayyid jiddan dan mumtaz se-wafidin Indonesia yang langsung diwakili oleh Dr. Majdi Abdul Ghaffar.
Setelah berfoto bersama, acara ditutup pada pukul 13.30, yang
disusul dengan pelaksanaan salat zuhur bersama yang diimami
oleh Dr. Majdi Abdul Ghaffar. Semoga para hadirin bisa mengambil banyak manfaat
dari acara Nadwah Azhariyah dan Takrim Mutafawwiqin ini, serta tak lelah
menginspirasi para mahasiswa lain untuk terus berkarya dan berprestasi.
Reporter: Nahwa
Haya Aghniarizka
Editor : Naqiyya Mina Anatolia
Komentar