A.
Takrif: Definisi ilmu
Nahwu
Dalam pembahasan ini, definisi ilmu
Nahwu bisa diketahui dari dua hal:
1. Secara Etimologi (Bahasa).
Lafaz An-nahwu setidaknya memiliki 14 padanan kata. Tapi
hanya ada 6 makna yang masyhur di kalangan para pelajar; yakni Al-qoshdu (niat), Al-mitslu (contoh), Al-jihatu
(arah tujuan perjalanan), Al-miqdaru (nilai
suatu timbangan), Al-qismu (pembagian
suatu jumlah bilangan), Al-ba’dhu (sebagaian
dari jumlah keseluruhan).
النحو
|
|
Terjemahan
|
Padanan kata
|
Niat
|
النية
|
Contoh
|
المثل
|
Arah
|
الجهة
|
Nilai, Kadar
|
المقدار
|
Bagian
|
القسم
|
Sebagian
|
البعض
|
2. Secara Terminologi (istilah).
Dalam hal ini Ilmu Nahwu memiliki 3 pengertian:
a) Ilmu Nahwu adalah
ilmu yang digunakan untuk mengetahui kondisi yang terletak di akhir suatu
kalimat, baik kalimat itu berstatus mu’rob
maupun mabni, dan ini adalah
pendapat yang paling kuat.
b) Ilmu Nahwu adalah
ilmu yang memuat kaidah-kaidah untuk mengetahui hukum atau status akhir
kalimat, ketika kalimat tersebut disusun dalam bentuk mu’rob atau mabni.
c) Ilmu Nahwu
adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui kondisi dan bentuk suatu lafaz arab
yang disusun menjadi sebuah kalimat, dengan tujuan agar lafaz tersebut mampu
memberikan makna yan dimaksud.
B.
Maudhu’: Objek Pembahasan Ilmu Nahwu
Dalam pembahasannya, Ilmu Nahwu fokus membahas kalimat-kalimat
arab dengan melihat kondisi kalimat tersebut setelah disusun menjadi sebuah
susunan kalimat; baik susunan tersebut berstatus mu’rob maupun mabni.
C.
Tsamroh: Manfaat Mempelajari Ilmu Nahwu
Setiap usaha pasti ada buah atau hasil yang bisa dipetik.
Begitu pula dalam mempelajari suatu ilmu. Dalam mempelajari ilmu Nahwu, pastinya
ada beberapa manfaat yang bisa kita
dapatkan, diantaranya adalah; kita bisa menjaga lisan dari kesalahan ketika melafalkan
suatu susunan kalimat dalam bahasa arab, kita bisa meneliti beberapa kesalahan yang terdapat
dalam tulisan arab, meneliti kesalahan ketika kita memahami susunan kalimat
dalam bahasa arab. Dan manfaat yang paling mulia dalam mempelajari disiplin ilmu
ini adalah kita bisa memahami kandungan-kandungan yang tersirat dalam Alquran
dan hadis nabi.
D.
Fadhol: Keutamaan Ilmu Nahwu
Seperti yang telah kita ketahui; bahwa Ilmu Nahwu adalah
pilar bahasa arab. Ilmu Nahwu merupakan qanun (sebuah aturan, atau suatu
disiplin ilmu) yang wajib dipelajari ketika seseorang ingin memahami bahasa
arab. Ada beberapa riwayat pendapat para ulama yang berkaitan dengan keutamaan Ilmu
Nahwu, diantaranya:
1. Dari Sayidina
Umar bin Khattab RA, beliau berkata: “Pelajarilah ilmu syair arab dan ilmu faroidh
(warisan), karena keduanya termasuk dari urusan agama kalian.”
2. Dari Imam Malik
bin Anas RA, beliau berkata: “I’rob (Ilmu Nahwu) adalah hiasan lisan
kalian, maka jangan mencegah lisan kalian untuk mengenakan perhiasannya.”
3. Dari Imam Suyuti,
beliau berkata: “Orang yang tidak mempelajari Ilmu Nahwu akan diuji dengan
banyak bencana, dan janganlah kalian meriwayatkan sebuah hadis kepada orang
yang keliru dalam memahami I’rob (ilmu Nahwu).”
4. Dari Imam As-Sya’bi,
beliau berkata: “Ilmu Nahwu itu bagaikan garam yang menjadi penyedap makanan.”
E.
Nisbat: Hubungan Ilmu
Nahwu dengan Ilmu Lainnya
Suatu disiplin ilmu pasti memiliki hubungan dengan disiplin
ilmu lainnya. Adapun hubungan ilmu ini dengan ilmu lainnya adalah Tabayun (berbeda), dalam artian tidak
ada suatu disiplin ilmu pun yang memiliki pembahasan yang sama dengan ilmu ini.
Namun, perlu diketahui bahwa kita tidak bisa menyelami lebih jauh khazanah
keilmuan islam, kecuali kita telah paham Ilmu Nahwu. Karena Ilmu Nahwu adalah
ilmu alat yan menyingkap seluruh pemahaman ilmu Islam yang notabene berbahasa
arab.
F.
Wadhi’: Penemu Ilmu Nahwu
Pada masa pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Thalib RA, pusat
pemerintahan islam berpindah ke Kota Kufah, dan pada saat itulah sang khalifah
memerintahkan seorang ulama untuk menciptakan Ilmu Nahwu beserta kaidahnya. Ulama
tersebut bernama Abu Al-Aswad Ad-Du’ali. Beliau lahir di kota Bashrah pada
tahun 16 Sebelum Hijriah, kemudian menuntut ilmu di Kota Kufah. Dalam metodologi
ilmu ini beliau mengikuti ajaran Ulama Bashrah, yang mana pada waktu itu Kota Bashrah
menjadi pusat pembelajaran bagi para pelajar, dan melahirkan banyak ulama
besar.
G.
Tasmiah: Sebab Penamaan Ilmu Nahwu
Lafaz An-nahwu merupakan
bentuk mashdar dari lafaz Naha (نحا), tapi yang dimaksud dari mashdar tersebut
adalah makna isim maf’ul dari lafaz tersebut, yakni lafaz Al-Manhuw (المنحوّ) yang bermakna ‘arah yang dituju’.
Kemudian nama tersebut dikhususkan untuk ilmu tertentu, karena jika tidak
demikian maka semua ilmu akan dinamakan dengan ilmu ini, seperti yang terjadi
dalam penamaan Ilmu Fikih. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa ilmu ini dinamakan dengan Nahwu, karena ketika
Imam Abu Al-Aswad Ad-Du’ali mencantumkan pembahasan Isim, Fi’il, dan Harf,
Sayidina Ali Karrama Allahu Wajhah memerintahkan beliau untuk menamakan
ilmu tersebut dengan nama ‘Nahwu’.
H.
Istimdad: Esensi Ilmu Nahwu dan Dasar Hukumnya
Esensi pembahasan ilmu Nahwu merupakan serapan dari Alquran,
hadis nabi, dan ucapan Bangsa Arab. Adapun kitab suci Alquran, para ulama telah
sepakat bahwa Alquran bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan
kaidah-kaidah Ilmu Nahwu. Sedangkan untuk hadis nabi, sebagian ulama nahwu masih
ada yang mempertentangkan tentang masalah pengambilan hujjah dari
hadits; sebagian dari mereka ada yang memperbolehkan, dan ada juga yang
melarang, meskipun menurut pendapat yang sahih boleh mengambil hujjah
dari hadis nabi. Pertentangan di atas muncul karena bolehnya meriwayatkan hadis
dengan makna saja (bilmakna laa billafdzi), baik dari kalangan sahabat
maupun dari kalangan tabi’in. Oleh karena itu banyak ulama nahwu yang keukeuh
tetap menggunakan metode bilmakna tersebut, seperti Imam Ibnu Malik
dalam kitabnya yang sangat populer di kalangan para pelajar; yakni kitab Alfiyyah Ibnu Malik dan Audhohul Masalik karangan Imam Ibnu Hisyam.
I.
Hukum Syariat: Hukum Mempelajari
Ilmu Nahwu
Hukum mempelajari Ilmu Nahwu adalah fardu kifayah. Tapi ada juga ulama yang berpendapat bahwa hukum
mempelajari Ilmu Nahwu adalah wajib bagi semua umat muslim (Wujub ‘Ain).
Karena orang yang dipercaya untuk melaksanakan fardu kifayah tersebut
dikhawatirkan tidak mampu memenuhi keinginan masyarakat. Juga dalam salah satu kaidah fikih disebutkan bahwa,
ما لايتم الوجوب إلا به فهو واجب
‘sesuatu
yang di mana suatu kewajiban itu tidak bisa sempurna karena sesuatu tadi, maka
sesuatu tersebut hukumnya juga wajib’.
Dengan kata lain, sesuatu yang mengantarkan pada sesuatu yang
wajib itu berhukum wajib pula. Analoginya seperti ini. Salat hukumnya wajib,
sedangkan berpakaian hukumnya mubah. Namun, salat kita tidak bisa sah ketika
kita tidak berpakaian (menutup aurat). Maka berpakaian juga dihukumi wajib,
karena menjadi penyempurna salat.
Begitu juga Ilmu Nahwu. Memelajari Alquran dan hadis adalah
wajib, sedangkan belajar Ilmu Nahwu berhukum fardu kifayah. Tapi karena kita
tidak bisa memahami teks Alquran dan hadis secara mendalam kecuali dengan
mempelajari Ilmu Nahwu. Maka, mempelajari Ilmu Nahwu hukumnya wajib.
J.
Masa’il: Kajian Pembahasan yang Dibahas Dalam Ilmu Nahwu
Dengan membahas ilmu ini kita akan mengetahui kaidah-kaidah
atau aturan yang dipakai dalam berbahasa arab, baik berbicara maupun menulis.
Diantara pembahasannya adalah tentang fa’il yang dibaca rofa’,
status Mudhof yang harus melihat kalimat sebelumnya, kondisi Mudhof
Ilaih yang selalu majrur, dan pembahasan-pembahasan lain. Kaidah-kaidah yang ada dalam Ilmu
Nahwu ini merupakan hasil dari Istiqro’
Tam (hasil penelitian yang sempurna) para ulama; baik ulama tersebut melakukan
penelitian yang bersifat kulli (universal) maupun juz’I (partikular).
Wallahu A’lam.
Tim Penulis Divisi Keilmuan
Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar
Kairo
Sya’ban 1441 H / April 2020 M
Komentar