Langsung ke konten utama

DINAMIKA MAHASISWA INDONESIA DI MESIR; KOMBINASI MENARIK ANTARA TANTANGAN DAN POTENSI DALAM MEMBANGUN BUDAYA INTELEKTUAL DI ZAMAN MODERN

Dasawarsa terakhir ini, angka pertumbuhan mahasiswa Indonesia di Mesir (yang selanjutnya akan disingkat Masisir) mengalami pertumbuhan kuantitas yang sangat signifikan. Hal tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh K. H Ma’ruf Amin ketika menyambut kunjungan kehormatan Wakil Grand Syekh (Imam Besar) Al-Azhar Kairo, Mesir, Mohammed Abdel Rahman Ad Duweiny pada hari Jumat, 21 Juni 2024. Beliau mengungkapkan “Saat ini jumlah pelajar Indonesia di Al-Azhar telah mencapai 15 Ribu orang. Tingginya angka tersebut menjadi indikator dari tingginya minat mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan study di instansi tersebut”.[1]

Selain karena Universitas Al-Azhar merupakan qiblat al-Ilmi (Kiblatnya Ilmu) umat Islam, keberhasilan para alumni dalam menanamkan nilai-nilai Azhari di tanah air, dan banyaknya kuota yang mencapai kurang lebih 800 mahasiswa per tahun  menjadi faktor utama dari meningkatnya angka pertumbuhan Masisir.[2] Laksana dua sisi mata uang yang saling berdampingan, tingginya angka Masisir saat ini yang disertai dengan percepatan globalisasi, perkembangan teknologi, dan transformasi sosial yang mendalam seakan menjadi tantangan yang sangat kompleks untuk dipecahkan. Kalaulah hal tersebut tidak mendapatkan perhatian yang lebih untuk diselesaikan, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Masisir di zaman modern ini akan terjerumus ke dalam jurang degradasi intelektual dalam skala yang besar.

Sebagai respon terhadap fenomena di atas, di dalam opini sederhana ini penulis akan menyajikan dinamika aktual yang terjadi akhir-akhir ini di kalangan Masisir “Dari sudut pandang yang berbeda dari biasanya dan belum pernah ada sebelumnya”. Penulis juga akan mencoba menganalisis bagaimana proses ini mempengaruhi budaya intelektual Masisir di zaman modern. Penulis juga akan menyoroti tantangan dan peluang yang akan dihadapi beserta strategi-strategi fundamental yang diharapkan bisa membantu dalam upaya menciptakan Azhari dan Azhariyah yang kelak akan menjadi pemimpin global di masa yang akan datang dan akan menjadi penerus dari ulama-ulama yang ada pada saat ini.

Dinamika dan Tantangan

Dinamika Masisir di zaman modern menunjukan kombinasi yang menarik antara tantangan dan potensi. Di satu sisi, Masisir di zaman modern dipaksa untuk beradaptasi dengan budaya dan culture lingkungan setempat, yang dalam hal ini  penulis kira dinamika mengenai adaptasi culture dan budaya sudah semakin kompleks jika dibandingkan dengan beberapa puluh tahun ke belakang. Tingginya angka mahasiswa dalam dasawarsa terakhir ini dan serba mudahnya akses terhadap sesuatu karena dibantu oleh canggihnya teknologi, sedikit banyaknya sangat berpengaruh terhadap adaptasi dari mahasiswa itu sendiri. Implikasi dari hal tersebut adalah sulitnya melepaskan budaya dan culture asal di lingkungan yang baru.

Kalaulah Masisir mau merujuk kepada cara beradaptasi yang ideal dan efektif, maka cara pertama yang harus dilakukan adalah tidak membawa budaya dan culture lingkungan asal ke tempat yang baru yang dalam hal ini adalah ke Mesir. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Devinta, Hidayah & Hendrastomo yang dikutip oleh Patawari dalam  jurnalnya, bahwasanya ketika sudah memasuki budaya dan lingkungan yang baru, maka semua petunjuk (Cues) dan pegangan tentang budaya asal harus ditinggalkan. Dan kalaulah hal ini tidak diaktualisasikan, maka hal ini akan berdampak pada keterhambatan peningkatan kemampuan berbahasa atau berkomunikasi dengan warga setempat.[3] dan salah satu indikator ketidakberhasilan beradaptasi adalah tidak adanya kemampuan linguistik yang menempel dalam diri Masisir.

            Ketika disuguhkan realita seperti di atas, yang harus pertama kali kita teliti untuk memecahkan masalah tersebut adalah mencari akar masalah dari permasalahan yang ada. Dalam hal ini, dinamika tersebut bermuara kepada 2 hal. Pertama adalah tingginya angka Masisir yang berpengaruh terhadap adaptasi culture dan budaya. Dan yang kedua adalah pesatnya perkembangan zaman yang menjadikan masalah pertama semakin kompleks.

            Selain berimpact pada kemampuan linguistik Masisir di zaman modern, kesulitan adaptasi tentang budaya dan culture juga akan berimpact kepada kemerosotan aspek intelektual dari Masisir itu sendiri. Karena pada dasarnya, bahasa Arablah yang dijadikan bahasa pengantar dalam proses transfer ilmu pengetahuan dari para masyaikh kepada para mahasiswa, baik itu dalam instansi resmi yang berada di dalam kampus ataupun di madyafah-madyafah tempat para masyaikh memberikan ilmunya.

Apakah hanya sebatas itu impact yang akan diterima oleh Masisir apabila Masisir di zaman modern ini gagal dalam beradaptasi dengan culture dan budaya karena disebabkan oleh tingginya angka Masisir? Tentu tidak, jika ditarik lebih jauh, gagalnya adaptasi mengenai budaya dan culture akan sangat berpengaruh terhadap psikis dan mental. Hal tersebut selaras dengan apa yang dituliskan  Dayaksini dalam bukunya yang berjudul Psikologi Lintas Budaya bahwasanya keterbatasan bahasa  mengakibatkan putusnya komunikasi antar pribadi dan hal ini akan mengarahkan pada frustasi, kecemasan, serta krisis identitas yang memaksa seseorang kembali mengevaluasi gambaran tentang dirinya yang akan memperparah gejala gegar budaya[4].[5]

Itulah analisis sederhana dari tantangan pertama yang sepaket dengan dampak yang dihasilkan mengenai tingginya angka Masisir di zaman modern. Beralih pada tantangan kedua yang harus dilalui oleh Masisir di zaman modern dalam mempertahankan warisan dan budaya intelektual para alumni Al-Azhar yaitu mengenai pesatnya perkembangan zaman.

            Pesatnya perkembangan zaman yang ditandai dengan percepatan globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi, hal tersebut berhasil menjadikan manusia sebagai budak dari teknologi itu sendiri[6]. Kebiasaan berlama-lama dalam memainkan gadget seakan menjadi bukti nyata nyata bahawasanya teknologi berhasil membius Masisir di zaman modern. Implikasi dari hal tersebut adalah tersebut adalah mampu mengalihkan orientasi Masisir yang notabene nya adalah memberikan porsi lebih kepada waktu untuk belajar guna membangun budaya intelektual yang tajam, tetapi kenyataannya malah dihabiskan dengan hal yang tidak bermanfaat dalam penggunaan gadget tersebut.

Lebih jauh dari itu, lunturnya solidaritas, kebersamaan, silaturahmi, dan ketergantungan lebih terhadap teknologi, adalah dampak yang ditimbulkan dari pesatnya perkembangan zaman yang akan berpengaruh terhadap budaya intelektual apabila tidak disikapinya dengan baik. Lantas, apakah kedua sumber masalah tadi hanya akan membawa Masisir di zaman modern ini kepada keterbelakangan? Tentu saja jawabannya “TIDAK”, melihat, ada banyak sekali potensi yang bisa digali lebih dalam dari kedua hal tersebut.

 

Dinamika dan Potensi

Jika sub pembahasan di atas berbicara tentang sisi dinamika dan tantangan, maka untuk menyempurnakan sisi yang lain agar terlihat seperti halnya nilai mata uang, penulis juga akan menyajikan beberapa potensi besar yang bisa diperoleh dari tingginya angka Masisir di Zaman modern. Karena bukan sebuah kemustahilan untuk menyetarakan kuantitas yang banyak dengan kualitas yang sempurna.

Potensi pertama apabila Masisir di zaman modern ini berhasil beradaptasi dengan culture dan budaya setempat, maka hal ini tidak hanya akan membantu pada aspek intelektual yang meliputi pembelajaran, baik itu pembelajaran di kuliah ataupun di tempat-tempat talaqqi lainnya. Tetapi keberhasilan dari adaptasi yang beragam itu juga akan menjadi modal utama dalam mempertahankan eksistensi alumni dalam membangun agama juga negara. Tokoh-tokoh seperti HAMKA, Quraish Shihab, Raden Fathul Rahman Kafrawi, Djanan Thaib, Muhammad Rasjidi, Kahar Muzakkir, Harun Nasution, Fuad Fachrudin, Yusuf Saad dan Abdurrahman Wahid merupakan gambaran alumni yang berhasil beradaptasi dengan culture dan budaya Mesir yang buah dari keberhasilan itu adalah sukses menyebarkan nilai-nilai Azhari nya di tanah air.[7] Kiranya nama-nama besar di atas bisa menjadi bahan refleksi dan pecutan semangat bagi Masisir di zaman modern untuk bisa lebih menguatkan tekad dalam membangun budaya intelektual yang tajam.

Selain itu, banyaknya angka Masisir di zaman modern juga bisa menjadi sarana untuk memperkaya perspektif global mereka, memungkinkan pertukaran budaya yang berharga, memperluas jaringan profesional di tingkat internasional, memperkuat identitas Masisir sebagai bagian dari komunitas mahasiswa internasional , dan hal yang paling jauh nya adalah bisa berperan penting dalam mempertahankan hubungan bilateral antara Indonesia dan Mesir melalui berbagai inisiatif yang dilakukan bersama dengan mahasiswa dari negara lain.

Hal tersebut akan jauh lebih sempurna jika Masisir di zaman modern ini mampu dengan bijak menyikapi perkembangan zaman dan mampu mengoperasikan teknologi yang berkembang sehingga bisa mencetak Masisir yang berkualitas di berbagai sektor. Bijak dan kompeten dalam menggunakan teknologi merupakan langkah awal yang harus dikuasai di zaman modern dalam Upaya membangun budaya intelektual ke arah yang lebih tajam. Karena pada dasarnya, kemajuan teknologi adalah salah satu hal yang yang sudah tidak lagi dapat dihindari dalam kehidupan di zaman modern ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Hemat penulis, kemajuan teknologi saat ini benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia.

Strategi-strategi Penting

Mempertahankan keberhasilan alumni dalam menyebarkan nilai azhariyah di tanah air dan membangun budaya intelektual yang tajam di zaman modern, tentu ini bukan merupakan suatu hal yang mudah. Terlebih, menyeimbangkan antara kuantitas yang banyak dan kualitas yang sempurna di zaman modern menjadikan keduanya lebih kompleks. Untuk itu, perlu diadakan strategi-strategi yang rasional, visioner, dan relevan dengan keadaan masisir di zaman modern ini. Adapun strategi-strategi yang bisa diaplikasikan di zaman modern ini, di antaranya:

Pertama: Penguatan subjek internal Masisir. Sudah menjadi barang yang pasti Ketika kita ingin merubah tatanan fundamental seperti merubah budaya intelektual ke arah yang lebih berkualitas, maka yang harus pertama kali dijaga dan diperbaiki adalah subjeknya itu sendiri. Ada dua hal penting yang harus tetap dipupuk untuk menjaga budaya intelektual yang tajam di zaman modern, yaitu akal dan hati. Kenapa hati dan akal? Logikanya sederhana, segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia itu bermuara pada akal dan hatinya. Apabila hati dan akalnya beres, maka beres pula seluruh urusanya. Hal ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad Saw bahwasanya seluruh perbuatan itu bermuara kepada hati.[8] Hati yang dipenuhi dengan semangat, kesadaran untuk berubah menjadi lebih baik dan keyakinan terhadap agama dan kebermanfaatan, juga akal yang tajam dalam mengidentifikasi segala sesuatu akan mampu mempertahankan eksistensi alumni dalam menyebarkan nilai azhariyah nya di tanah air, juga merupakan langkah awal untuk menyukseskan semua potensi yang telah disebutkan di atas.

Kedua: Mengadakan Pembinaan yang masif dalam jangka Panjang yang melibatkan seluruh elemen yang ada di kalangan Masisir. Penting kiranya strategi kedua ini dilakukan sebagai bentuk follow up dari strategi pertama. KBRI, PPMI, Kekeluargaan, Senat, dan Afiliatif semuanya harus mempunyai satu visi yang sama yaitu meningkatkan kualitas masisir yang meliputi moral, intelektual, dan spiritual. Tanpa adanya kolaborasi dari semua elemen, maka hal ini akan sangat sulit untuk diaktualisasikan.

Ketiga: Menciptakan lingkungan yang kritis dan konstruktif tentang kemajuan bangsa, agama, dan negara. Setelah diadakan pembinaan, dukungan lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap penguatan keberhasilan maksud tersebut. Bentuk konkret dari strategi ketiga ini adalah mengajarkan keterampilan berpikir kritis, evaluasi informasi, kebebasan berpendapat, diskusi kritis dengan cara mengadakan forum diskusi terbuka dan bisa juga melalui metode debat ilmiah. Hal ini dapat membantu Masisir di zaman modern dalam mempertahankan budaya intelektual yang terbuka dan dinamis.

Keempat: Kolaborasi antar generasi. Strategi keempat ini mendorong pertukaran pengetahuan dan pengalaman antar generasi yang berbeda melalui program mentorship dan kegiatan intergenerasional. Strategi ini juga mampu menjadi wasilah untuk lebih menguatkan networking satu sama lain.

Kelima: Memaksimalkan perkembangan teknologi. Teknologi akan berperan sangat penting dalam kehidupan manusia di zaman modern ini jika disikapinya dengan bijak. Media sosial dan Artificial Intelligence (AI) adalah dua diantara contoh teknologi yang bisa dimanfaatkan oleh Masisir untuk membentuk dan mempertahankan budaya intelektual yang tajam. Penyebaran edukasi yang konsisten berupa poster, tulisan, dan hal-hal yang membangun lainya akan sangat berdampak terhadap perkembangan Masisir di zaman modern. Pemaksimalan penggunaan AI juga akan sangat membantu kehidupan manusia di zaman modern. Untuk itu, diperlukan adanya kesadaran Masisir di zaman modern untuk lebih bijak dalam memaksimalkan teknologi, supaya menghilangkan stigma bahwa manusia di zaman modern merupakan budak dari teknologi.

Sebagai penutup, penulis ingin menegaskan bahwa orientasi kelima strategi ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Semua ini memiliki memiliki peran signifikan bagi Masisir di zaman modern dalam membangun budaya intelektual yang tajam. Dan dalam kesimpulannya, keberagaman Masisir yang ditandai dengan tingginya angka Masisir di zaman modern adalah sebuah fenomena yang kaya dan kompleks. Meskipun membawa tantangan dalam hal budaya dan culture, keberagaman ini juga membawa dampak positif yang signifikan dalam memperluas pandangan dunia dan mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi pemimpin global di masa yang akan datang. Dengan bermodalkan intelektual yang tajam inilah, semua Masisir diharapkan bisa menjadi pelanjut perjuangan para ulama dalam menegakan nilai-nilai washatiyah di tanah air, bukan malah sebaliknya menjadi pemutus dari perjuangan.

Wallahu a’lam bil al-Shawwab

Nabil Irtifa Afrizal Khoeri

 

Daftar pustaka

Al-Bukhāri, Muhammad bin Ismā’īl Abū Abdullah al-Ja’fī. (2021). Shāhīh al-Bukhāri, ed. Muhammad Zuhair Nāshir al-Nāshir. Cairo: Darl Thauq al-Najāh.

Azra, Ayumardi. (1993). Melacak Pengaruh dan Pergeseran Orientasi Tamatan Kairo. Studia Islamika, Vol. 2, No. 3, hlm. 199-219.

Dayaksini, Tri. (2012). Psikologi Antar Budaya. Malang: UMM Press

Patawari, M. Y. (2020). Adaptasi budaya pada maha- siswa pendatang di kampus Universitas Padjadjaran Bandung. Jurnal Manajemen Komunikasi, 4 (2), 103–122.

Ngafifi, Muhammad. (2014). Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 2, Nomor 1, 2014

 

Website:

https://www.wapresri.go.id/kepada-wapres-wakil-grand-syekh-al-azhar-puji-prestasi-mahasiswa-indonesia-di-mesir/ diakes  06 Juni 2024

https://kumparan.com/kumparannews/al-azhar-mesir-akan-permudah-penerimaan-mahasiswa-ri-meski-ada-isu-pembeludakan-22yrG0n6wFL/1 diakses pada 06 Juni 2024

 

 



[3] Yunus Patawari, Muhamad. Adaptasi Budaya Pada Mahasiswa Pendatang di Kampus Universitas Padjadjaran Bandung, (Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4 No. 2, April 2020) Hal 105

[4]gegar budaya adalah reaksi emosi terhadap perbedaan budaya yang tidak terduga dan terjadi kesalahpahaman pada pengalaman yang berbeda, sehingga mengakibatkan munculnya perasaan tidak berdaya, mudah terpancing emosi, takut akan dibohongi, dan dilukai serta diacuhkan (Bock, 1970; Adler, 1975; Pedersen, 1995).

[5] Dayaksini, Tri. Psikologi antar budaya , (UMM Press, Malang, 2012). Hal 74

[6] Ngafifi, Muhammad. Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya, (Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 2, Nomor 1, 2014) hal 34

[7] Azra, Azyumardi. Melacak Pengaruh dan Pergeseran Orientasi Tamatan Kairo. (Studia Islamika, Vol. 2, No. 3, 1995) hal 205

 

[8] Al-Bukhāri, Muhammad bin Ismā’īl Abū Abdullah al-Ja’fī. Shāhīh al-Bukhāri, (ed. Muhammad Zuhair Nāshir al-Nāshir. Cairo: Darl Thauq al-Najāh, 2021).

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Makna Sifat Wahdaniyah?

Sifat wahdaniyah merupakan salah satu sifat Salbiyah dari sifat-sifat wajib Allah. Sifat salbiyyah yaitu: هي الصفات التي تنفي عن الله ما لا يليق بذاته تعالى "Sifat-sifat yang menafikan dari Allah segala sifat yang tidak layak pada Dzat-Nya" Maka sifat wahdaniyah adalah sifat yang menafikan at-ta'ddud (berbilang-bilang), baik itu berbilang dalam dzat (at-ta'addud fî ad-dzât), berbilang dalam sifat (at-ta'addud fî ash-shifât) dan berbilang pada perbuatan (at-ta'addud fî al-af'âl). Adapun rinciannya sebagai berikut: 1.        Keesaan Dzat (Wahdah ad-Dzât) , ada dua macam: a.        Nafyu al-Kamm al-Muttashil (menafikan ketersusunan internal) Artinya, bahwa dzat Allah tidak tersusun dari partikel apapun, baik itu jauhar mutahayyiz, 'ardh ataupun jism. Dalil rasional: "Jikalau suatu dzat tersusun dari bagian-bagian, artinya dzat itu membutuhkan kepada dzat yang membentuknya. Sedangkan Allah mustahil membutuhkan pada suatu apapun. Ma

10 Prinsip Dasar Ilmu Mantiq

 كل فن عشرة # الحد والموضوع ثم الثمرة ونسبة وفضله والواضع # والاسم الاستمداد حكم الشارع مسائل والبعض بالبعض اكتفى # ومن درى الجميع حاز الشرفا      Dalam memahami suatu permasalahan, terkadang kita mengalami kekeliruan/salah paham, karena pada tabiatnya akal manusia sangat terbatas dalam berpikir bahkan lemah dalam memahami esensi suatu permasalahan. Karena pola pikir manusia selamanya tidak berada pada jalur kebenaran. Oleh karena itu, manusia membutuhkan seperangkat alat yang bisa menjaga pola pikirnya dari kekeliruan dan kesalahpahaman, serta membantunya dalam mengoperasikan daya pikirnya sebaik mungkin. Alat tersebut dinamakan dengan ilmu Mantiq. Pada kesempatan ini, kami akan mencoba mengulas Mabadi ‘Asyaroh - 10 prinsip dasar -  ilmu Mantiq. A.  Takrif: Definisi Ilmu Mantiq      Ditinjau dari aspek pembahasannya, ilmu Mantiq adalah ilmu yang membahas tentang maklumat – pengetahuan - yang bersifat tashowwuri (deskriptif) dan pengetahuan yang besifat tashdiqi (definit

10 Prinsip Dasar Ilmu Tauhid

A. Al-Hadd: Definisi Ilmu Tauhid Ilmu Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang bisa meneguhkan dan menguatkan keyakinan dalam beragama seorang hamba. Juga bisa dikatakan, ilmu Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang membahas jalan dan metode yang bisa mengantarkan kita kepada keyakinan tersebut, melalui hujjah (argumentasi) untuk mempertahankannya. Dan juga ilmu tentang cara menjawab keraguan-keraguan yang digencarkan oleh musuh-musuh Islam dengan tujuan menghancurkan agama Islam itu sendiri. B. Maudhu’: Objek Pembahasan Ilmu Tauhid Ada beberapa pembahasan yang dijelaskan dalam ilmu ini, mulai dari pembahasan `maujud` (entitas, sesuatu yang ada), `ma’dum` (sesuatu yang tidak ada), sampai pembahasan tentang sesuatu yang bisa menguatkan keyakinan seorang muslim, melalui metode nadzori (rasionalitas) dan metode ilmi (mengetahui esensi ilmu tauhid), serta metode bagaimana caranya kita supaya mampu memberikan argumentasi untuk mempertahankan keyakinan tersebut. Ketika membahas ent

10 Prinsip Dasar Ulumul Quran

A. Ta’rif/Definisi Ulumul Quran      Ulumul Quran merupakan kumpulan masalah dan pembahasan yang berkaitan dengan Alquran.  B. Maudhu’/Objek pembahasan Ulumul Quran        Ulumul Quran adalah satu disiplin ilmu yang fokus membahas masalah-masalah Alquran. Mulai dari pembahasan Nuzulul Quran, penugmpulan ayat-ayat Alquran, urutan ayat, bayanul wujuh (penjelasan tentang peristiwa yang mengiringi turunnya suatu ayat Alquran), Asbabun Nuzul, penjelasan sesuatu yan asing dalam Alquran, dan Daf’us syubuhat (menjawab keraguan yang mempengaruhi  keeksistensian Alquran), Dsb. C.  Tsamroh/Manfaat mempelajari Ulumul Quran Dalam kitab Ta’limul Muta’allim syekh Az-zarnuji mengungkapkan; bahwa setiap usaha pasti membuahkan hasil tersendiri. Adapun hasil dari mempelajari Ulumul Quran adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peristiwa yang mempengaruhi Al quran dari masa baginda nabi Muhammad SAW. hingga sekarang.  2. Megetahui keraguan-keraguan yang datang dari beberapa arah, ser

10 Prisnsip Dasar Ilmu Nahwu

A.      Takrif: Definisi ilmu Nahwu Dalam pembahasan ini, definisi ilmu Nahwu bisa diketahui dari dua hal: 1.       Secara Etimologi (Bahasa). Lafaz An-nahwu setidaknya memiliki 14 padanan kata. Tapi hanya ada 6 makna yang masyhur di kalangan para pelajar; yakni Al-qoshdu (niat), Al-mitslu (contoh), Al-jihatu (arah tujuan perjalanan), Al-miqdaru (nilai suatu timbangan), Al-qismu (pembagian suatu jumlah bilangan), Al-ba’dhu (sebagaian dari jumlah keseluruhan). النحو Terjemahan Padanan kata Niat النية Contoh المثل Arah الجهة Nilai, Kadar المقدار Bagian القسم Sebagian البعض 2.       Secara Terminologi (istilah). Dalam hal ini Ilmu Nahwu memiliki 3 pengertian:  a) Ilmu Nahwu adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui kondisi yang terletak di akhir suatu kalimat, baik kalimat itu berstatus mu’rob maupun mabni, dan ini adalah