ushuluddin.com, Kairo – Kamis (14/11), Senat Fakultas Ushuluddin ikut berpatisipasi dalam acara yang diadakan oleh Forum Senat Mahasiswa Kairo, yaitu acara Bincang Santai dengan tema Dinamika Acara Masisir dan Urgensi Pendidikan yang Tereduksi bertempat di Kafe Kangen Rumah, Hay Sabi.
Acara diisi oleh tiga pemateri yang merupakan senior Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir) yaitu Ustaz Muhammad Najid Akhtiar, Lc., Ustaz Agung Saputro, Lc., Dipl., dan Ustazah Wirdah Fachiroh Fachri, Lc., MA., Dipl.
Kegiatan ini diadakan bekerja sama dengan Kafe Kangen Rumah dengan konsep kafe yang nyaman, membuat acara terasa santai dan nyaman bagi para peserta maupun pembicara untuk saling berdiskusi.
Acara dimulai pukul 14.15 CLT dibuka dengan tilawah Alquran oleh Fajar, kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua Panitia yaitu Dhiyaul Haq Atsaury yang merupakan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah. Lalu disambung dengan sambutan kedua oleh Wakil Presiden PPMI Mesir, Ustaz Nasruddin Babas Hasan, Lc.
Acara inti yang dimoderatori oleh Nabiel Fauzan ini dibuka dengan pemaparan tentang urgensi pendidikan oleh Ustaz Najid Akhtiar. “Jangan sampai gelar mahasiswa kita ini hanya sekedar gelar, pahami betul bahwa gelar mahasiswa itu adalah beban yang kita pikul,” ucapnya. Beliau juga memaparkan betapa pentingnya pendidikan. “Kebangkitan suatu bangsa itu bukan dimulai dari pembangunan infrastruktur, tapi dengan mencerdaskan bangsa melalui kemajuan pendidikan,” ucapnya lagi. Ustazah Wirdah Fachiroh Fachri yang kini sedang dalam proses merampungkan studi Strata 3 di Universitas Al-Azhar turut memaparkan pengamatannya mengenai perbedaan keadaan Masisir zaman dulu dan sekarang. Menurutnya, dinamika Masisir setelah masa reformasi mulai melemah. “Dulu sebelum reformasi atau krisis moneter di Mesir, mereka yang terjun di organisasi benar-benar hafal pasal dan undang-undang mengenai organisasi tersebut. Berbeda dengan sekarang, para organisator seperti kurang matang.” Paparnya. Beliau juga menyayangkan mengenai kegiatan literasi yang menurun di tengah Masisir. “Dulu di tengah kesulitan teknologi justru kegiatan menulis itu sangat tinggi di kalangan masisir.” Tuturnya.
Lalu acara dilanjutkan dengan pemaparan tentang urgensi pendidikan oleh Ustaz Agung Saputro, beliau memulai penjelasan akan pentingnya kita memiliki pemahaman yang benar mengenai ‘ilmu’ itu sendiri. Beliau memaparkan bahwa ilmu yang selama ini kita pelajari itu hanya bersifat pengetahuan saja. Tapi ilmu menurut versi ulama kita adalah pemahaman yang benar-benar seutuhnya mengenai sebuah cabang ilmu tertentu dari berbagai sisinya. "Pada akhirnya kita harus tau apa yang kita cari.” Ucapnya di akhir penyampaian mengenai dinamika masisir yang mempunyai latar belakang dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Sesi terakhir acara, yang merupakan kesempatan peserta untuk berbicara dimanfaatkan oleh Ramdhan dari Kerukunan Keluarga Sulawesi dengan memberikan solusi mengenai pentingnya Masisir untuk tahu dan ikut serta menjawab problematika yang ada di Tanah Air. “Usul saya, untuk menjawab masalah-masalah umat di Indonesia. Kita bisa mengutus beberapa orang untuk melihat langsung permasalahan di sana, untuk kemudian di iskusikan bersama, di cari solusinya bersama.” Sarannya. Solusi dari Ramdhan diapresiasi oleh para peserta dan pemateri. Ustaz Agung Saputro turut menyampaikan bahwa keinginan yang sama juga pernah beliau pikirkan.
Selanjutnya, salah satu peserta banat bertanya kepada Ustadzah Wirdah mengenai perbedaan suasana kelas di kuliah banat pada zaman dulu dengan zaman sekarang yang dirasa tidak kondusif, serta dosen yang menggunakan bahasa Arab amiyyah Mesir dalam proses belajar-mengajar. “Dari dulu sampai sekarang kondisinya sama. Tidak apa-apa, datang saja ke kuliah. Nanti kita akan terbiasa mendengar bahasa Arab amiyyah.” Jawab Ustazah Wirdah. “Menurut saya, muamalah (bergaul) dengan orang Mesir paling efektif itu ya di kuliah, kita harus manfaatkan itu.” Tambahnya. Menurut beliau juga, hanya membaca buku sendiri dibandingkan ikut menyaksikan penjelasan oleh dosen memiliki kualitas yang berbeda. Itulah sebab pentingnya kita mengikuti proses belajar di kelas.
Kak Furna yang merupakan Ketua Wihdah juga ikut menambahkan mengenai permasalahan di kelas kuliah banat, “Kita justru jangan antipati dengan orang Mesir di kelas, ketika mereka jadi teman dekat kita mereka akan loyal untuk mengajarkan. Kedekatan itu juga bisa menjadi sarana menambah maklumat bahasa amiyyah kita.” Ucapnya. Peserta tersebut juga bertanya mengenai adakah yang hilang di antara Masisir, sehingga menyebabkan kondisi Masisir sekarang terasa berbeda. Menurut Ustazah Wirdah, yang hilang dari Masisir sekarang adalah kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama, adab antara yang tua dan yang muda, pengaruh sosial media yang semakin maju, serta pengaruh passion yang berbeda-beda antar Masisir.
Acara berjalan lancar dan kondusif. Total peserta yang hadir berjumlah sekitar 30 orang. Setelah ditutup, acara diakhiri dengan salat magrib berjemaah dan makan bersama.
Oleh: Annisa Sasqia
Editor: Alif Rafdi
x
Komentar