Dr. Ahmad al-Syarnubi- Dosen di Departemen Dakwah dan Peradaban Islam di Universitas Al-Azhar |
Mendalami studi Islam di Eropa terkesan stigmatis bagi banyak kalangan. Sebab tidak sedikit akademisi produk Barat kembali ke negerinya membawa
oleh-oleh paham materialisme, liberalisme, sekularisme, terpesona dan menjadikan
peradaban Barat sebagai kiblat lalu meremehkan peradabannya sendiri yang luhur.
Salah satu intelektual kebanggan Universitas Al-Azhar Dr. Ahmad
al-Syarnubi membantah mindset negatif tersebut melalui pengalaman pribadinya bermukim empat tahun di negeri kekuasaan Ratu Elizabeth. Kisahnya terbang ke Britania Raya berawal setelah ia menuntaskan
program magisternya dengan konsentrasi al-Da’wah wa al-Tsaqofah dari
Universitas Al-Azhar dan beruntungnya ia terpilih menjadi delegasi menempuh studi
doktoral di United Kingdom dengan full beasiswa.
Mendengar kabar rencana kepergiannya ke UK, para guru dan rekan
al-Syarnubi dengan tulus menasihati agar ia mengurungkan niat keberangkatannya.
Mereka khawatir kehidupan di barat berbaur dengan orang-orang non-muslim, penuh
hedonisme dan budaya yang meraka anggap rusak akan berimbas negatif bagi
al-Syarnubi menjadi agen mengekspor paham-paham berbahaya sebagaimana terjadi
pada beberapa alumni barat, Toha Husein misalnya. Begitupun mereka mendeskripsikan
bahayanya mengonsumsi makanan dan minuman yang diproduksi disana.
Masukan dari orang-orang terdekat benar-benar menjadi beban pikiran bagi
al-Syarnubi. Suatu hal yang sangat dilematis. Ia terobsesi mencari pengalaman
di Barat dan menjadi penebar Islam yangf indah di sana. Namun ia goyah oleh
kata-kata yang mengganggu telinganya.
Ia pun memilih berkonsultasi dengan salah satu gurunya yang lebih tau fakta
situasi di Eropa, Dr. Ahmad Haikal. Dosen Fakultas Darul Ulum itu memantapkan
hatinya dan memintanya untuk tidak ragu berangkat secepatnya. Ia menegasikan
bayangan negatif orang-orang. Ia juga menyarankan agar tidak memilih London,
sebab di sana komunitas Arab dan Muslim mudah ditemukan yang akan memanjakan al-Syarnubi,
membatasi pergaulan dengan orang native dan menghambat pengasahan
kemampuan berbahasa Inggrisnya. Dr. Ahmad Haikal merekomendasikan ke
Universitas Wales di Britania Selatan.
Walaupun pendapat Dr. Ahmad Haikal yang ia pilih, namun hatinya tetap
risau dihantui perkataan teman-temannya sepanjang perjalanan di atas pesawat. “Begitupun
setelah mendarat, saya sangat berhati-hati beradaptasi dengan sekitar. Sehingga
kaki ini menginjak kampus universitas yang saya tuju. Saya melihat sambutan
orang-orang di sana sangat baik. Mereka tidak rasis melihat perbedaan agama dan
warna kulit.”
Saat di Wales, al-Syarnubi memimpin para pelajar muslim di universitas
tersebut menuntut rektor untuk menyetuji pembangunan tempat khusus beribadah
bagi umat Islam. Tanpa proses yang lama sang rektor memenuhi permintaan
tersebut. Terwujudlah masjid yang menjadi pusat orang-orang di sekitar Wales sholat
berjama’ah, diskusi agama dan buka puasa bersama di Bulan Ramadhan.
Selain sibuk menjadi pelajar. Al-Syarnubi menyadari kewajibannya sebagai
muslim untuk berdakwah, ia juga menjadi imam di masjid, menyampaikan ceramah dan
berusaha menjadi duta islam yang baik saat berintraksi dengan non-muslim di
sana. Bahkan ia mengaku, sebanyak 8 orang Wales mendapatkan hidayah masuk Islam
melalui wasilah tangannya, sekaligus memperkenal ajaran-ajaran Islam dasar
kepada mereka dengan memberikan buku-buku keislaman.
“Sebagai contoh, mahasiswa pasca-sarjana bernama Richard datang ke
Masjid menyaksikan kami shalat berjama’ah. Usai sholat ia menyatakan
ketertarikannya pada Islam. Diapun meyakinkan kami bahwa ia masuk islam tulus
dari hati tanpa paksaan. Lalu ia memilih mengubah namanya menjadi Abdurrahman
dan selalu menjalin komunikasi baik dengan saya. Keluarganya yang non-muslim
menghormati pilihannya tersebut. Saya mengenalkan dia dengan wanita muslimah asal
India dan terjadilah pernikahan di antara mereka di Masjid besar di London.
Uniknya ibudan saudarinya yang non-muslim menyaksikan akad nikah itu dengan
mengenakan kerudung di kepala untuk menghormati mayoritas muslim yang hadir.”
Dr. Ahmad al-Syarnubi sangat menyayangkan, di saat posisi al-Azhar di
hati orang-orang barat sangatlah mendapat tempat, tapi al-Azhar sendiri masih
minim dalam mengirimkan duta-duta dakwah dari kadernya. Sehingga yang banyak
berdakwah di sana adalah jamaah-jamaah yang lebih cenderung mutathorrif. Padahal
umat Islam yang bermukim di Eropa lebih suka dengan kader da’i Azhar yang lebih
moderat.
Akan Menjadi
Pembicara Seminar Ushuluddin
Dr. Ahmad selama ini menjadi salah satu pengajar di Universitas Al-Azhar
yang penuh dedikasi dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Metode
mengajarnya mudah diterima menurut testimoni mahasiswa-mahasiswi yang pernah
diajarnya. Ia juga produktif dalam menulis karya-karya buku dan jurnal ilmiah.
Ketika Prof. Dr. Bakr Zaki yang diundang sebagai pembicara di seminar
Ushuluddin yang pada mulanya menyambut gembira undangan tersebut dan telah
menyetujui. “Saya senang sekali menyampaikan kuliah umum di hadapan mahasiswa
Indonesia tanpa mengharap imbalan.”
Hanya saja, tiga hari menjelang seminar, Profesor Bakr menghubungi Prof.
Dr. Abdul Fattah al-‘Awwari dekan Fakultas Ushuluddin, bahwa beliau berhalangan
mengisi seminar karena ada halangan mendesak untuk musafir sejak hari Kamis
sampai Hari Ahad ke Aleksandria. Beliaupun mengatakan kepada kami:
“Kalian jangan kuatir, saya sudah menyiapkan pembicara hebat yang pakar
dalam tema yang kalian minta pada saya. Dia lulusan doktor di Britania, namanya
Dr. Ahmad al-Syarnubi.”
Panitia Acara Silaturrahmi Akbar Ushuluddin saat meminta kesedian Prof. Dr. Bakr Zaki menjadi pembicara seminar |
Sebelumnya Prof. Bakr Zaki Awad dengan kepakarannya dalam perbandingan
agama dan kristologi telah diminta oleh panitia acara untuk menyampaik seputar
faktor-faktor eksternal kemunduran peradaban Islam dengan konspirasi musuh
Islam untuk menghalangi kemajuan Islam. Maka beliau melihat, Dr. Ahmad
al-Syarnubi adalah orang yang paling tepat menggantikan beliau dalam
menyampaikan pembahasan tersebut.
Adapun pembicara utama Prof. Dr. Muhammad Salim Abu Ashi setelah diminta
konfirmasi kehadirannya pada Hari Kamis kemarin, beliau tetap menyanggupi
kesediann beliau untuk menjadi pembicara pada seminar Ahad 5 Agustus 2018
mendatang.
Komentar