Bulaq Daqrur-Giza, Dekan Fakultas Ushuluddin Prof.
Dr. Abdul Fattah Abdul Ghani Al-'Awwari menerima kunjungan silaturrahim pengurus
Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dua hari setelah perayaan Idul Fitri 1439 H,
Ahad 17 Juni 2018. Walapun pintu ruang kerjanya di kampus selalu terbuka menerima
segala permasalahan mahasiswa, program ziarah langsung ke rumah beliau ini
diinisiasi SEMA-FU untuk semakin mengeratkan hubungan antar mahasiswa Indonesia
di Mesir dengan guru besar tafsir yang menduduki posisi struktural penting di
Universitas Al-Azhar itu. Tujuan dari kedatangan ini juga meminta support kunci
dari beliau untuk menyukseskan penyelenggaran Grand Closing yang akan
menjadi agenda miskul khitam SEMA-FU sebelum demisioner Juli mendatang.
Nuansa kekeluargaan begitu terasa
dengan sambutan hangat Amid dan keluarga. Beliau mempersilakan anak-anaknya
yang hari itu kompak mengenakan dress-code batik duduk di sofa di ruang
tamu, lalu berbincang dengan berbagai canda dan cerita. Salah satu khatib Masjid
Al-Azhar itu sangat gembira menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke
Indonesia serta kesannya melihat kondisi keislaman di sana yang salah satunya terlihat
dari megahnya Masjid Istiqlal Jakarta.
Di antara pesan yang beliau
sampaikan kepada murid-muridnya kemarin, "Walaupun kalian adalah mahasiswa
di Fakultas Ushuluddin, bukan berarti memagari diri dari ilmu-ilmu syari'ah dan
lughoh arabiyyah. Karena ilmu-ilmu ini saling melengkapi."
Tentu saja pesan ini bukan semata
isapan jempol dari yang menyampaikannya. Elemen ilmu keislaman terlihat komplit
pada diri ketua Universitas Al-Azhar sektor Darrasah itu. Dari segi kebahasaan,
setiap membaca tulisan dan mendengar khutbah ataupun pembicaraan beliau sangat
kental dengan gaya bahasa sastrawi nan fasih. Pengetahuan beliau dalam ilmu
fikih juga mendalam, terlihat dari Tafsir Ayat al-Ahkam berjudul Jalâul Afhâm fî Tafsîri Âyâti al-Ahkâm yang sedang beliau tulis dan kini sampai di jilid kedua. "Kalau bukan karena
kesibukan memikul amanah jabatan, saya berniat untuk menuntaskannya hingga
berjilid-jild."
Ada yang menarik saat ayah dari
delapan anak itu menceritakan masa-masa sulitnya saat menempuh pendidikan.
Siapa sangka pelajar secerdas beliau dulunya ternyata pernah putus
sekolah.
"Dulu ketika di kelas 4
Ibtidaiy, melihat semangat saya menghafal Alquran, ayah saya mengikut-sertakan
saya dalam Musabaqoh Hifzhil Quran. Keberhasilan menjuarai lomba itu
mengantarkan saya akselarasi dua tahun dengan melampaui kelas 4 Ibtidâiy
menuju tingkat I'dâdi (sekolah menengah)."
Malangnya, ketika baru menginjak
bangku I'dâdi, sang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga dan
membiayai pendidikannya meninggal dunia. Sementara kakaknya yang saat itu sebagai
tentara ikut dalam peperangan melawan Israel tahun 1973. Dalam peperangan,
kakinya terkena peluru dan ia pun harus menerima hukuman penjara. Tinggallah
Abdul Fattah di rumah bersama sang ibu. Anak cerdas itu terpaksa menelan
kenyataan pahit putus sekolah karena kesulitan ekonomi.
Usai kesulitan, Allah memberikan
kemudahan. Seiring berjalannya waktu, ketika sang kakak diijinkan pulang dari
penjara, betapa ibanya ia melihat adiknya berdiam diri di rumah terpasung
semangat belajarnya. Ia pun berjanji: "Dek, abang janji akan bekerja keras
demi melanjutkan pendidikanmu setinggi mungkin." Dan benar, ia pun
menghidupi keluarga dan membiayai kehidupan sang adik. Amid mengenang jasa-jasa
kakaknya:
ما تركني قيد أنملة في كل حاجتي
Obrolan
berlanjut tentang dunia kampus, salah satu dari kami bertanya: "Mengapa
anda memilih jurusan tafsir, Maulana?"
"Sistem
pemilihan konsentrasi jurusan bagi mahasiswa Mesir ditentukan oleh tansiq dan
kami tidak memiliki ikhtiyar. Tansiq menempatkan langsung sesuai
kalkulasi nilai yang tertinggi dari maddah takhossus. Walaupun bukan atas
pilihan sendiri, tapi perlahan cinta kepada ilmu tafsir bercokol di hati dan
saya mendalaminya."
Kemudian
amid tak lupa mengingatkan hal penting terkait sistem baru yang berlaku bagi
yang berniat memasuki Studi Pascasarjana di Fakultas Ushuluddin: "Hati-hati,
nanti kalian harus menargetkan nilai akumulasi (tarâkum natâij) dari
maddah-maddah takhossus kalian adalah Jayyid. Jika tidak, kalian tidak
diterima masuk di Jurusan tersebut di S-2."
Setelah
menghabiskan waktu duduk bersama sekitar dua jam, kami menyampaikan izin pamit.
Sebelum beranjak pulang, diwakili oleh Ketua Senat dua tahun sebelumnya
Afifuddin Syamsuddin, terjadi prosesi penyerahan simbolis plakat penghargaan. Kemudian penyerahan cendera mata
berupa foto bersama, yang diwakili Wakil Ketua SEMA-FU tahun lalu Kemas Ahmad
Fadluzzaki.
Semoga kunjungan bersejarah ini menjadi penambah eratnya hubungan dan besarnya perhatian para dosen Al-Azhar kepada Mahasiswa Indonesia yang ada di Mesir.
Rep: Muhammad Zainuddin Ruslan
Editor: Khalilurrahman Zubaidi, Nayirah Bahruni, Cici Purwati, Choirotin Nurlatifah, dkk.
Rep: Muhammad Zainuddin Ruslan
Editor: Khalilurrahman Zubaidi, Nayirah Bahruni, Cici Purwati, Choirotin Nurlatifah, dkk.
Komentar