Apa sih bahasa Arabnya "Air susu
dibalas dengan air tuba?".
Secara literlek mungkin anda bisa
menerjemahkannya menjadi: "Mā'u al-laban majziyyun bi mā'i al-masmūm".
Tweng-tweng… Sayangnya orang Arab pasti
mengernyitkan dahi jika ta'bir macam ini anda perdengarkan pada mereka. Sebab,
pribahasa umumnya berbeda dari satu daerah ke daerah lain berdasarkan kisah
atau dongeng yang populer di daerah tersebut. Misalnya pengkonotasian Malin
Kundang untuk seorang anak durhaka, tidak mungkin diterapkan juga pada kultur
Arab.
Dalam bahasa Arab, ungkapan yang terlahir dari
sebuah legenda biasanya disebut Qishshatu al-Matsal. Ungkapan matsal pada
umumnya tercipta dari kisah-kisah yang pernah nyata terjadi di tengah
masyarakat Arab dan mengandung hikmah. Maka, apabila kejadian serupa kembali terjadi,
diumpamakanlah dengan matsal yang sudah masyhur di telinga mereka.
Contoh-contoh matsal ini banyak didapatkan dari buku-buku khusus. Misalnya
matsal:
إن غدا لناظره قريب
Yang digunakan untuk menggambarkan kondisi
deg-degan seseorang menunggu sebuah peristiwa penting yang akan terjadi. Jika
waktu itu dinantikan, maka hari terasa bergulir begitu lama bagi yang
menunggunya. Sebaliknya, jika waktu itu ingin dihindari, terasa amat cepat
datangnya. Matsal ini dilatar-belakangi kisah seorang narapidana yang terancam hukuman
mati di detik-detik menanti hari H vonisnya.
Kembali pada Air Susu dibalas dengan Air
Tuba, barangkali pribahasa ini cocok disandingkan dengan ungkapan Orang
Arab "Jazā-a Sinimmar" yang terambil dari Syi'ir
milik Salith bin Sa’ad yang berbunyi:
جَزَى بَنُوْهُ أَبَا الْغَيْلَانِ
عَنْ كِبَرِ * وَحُسْنِ فِعْلٍ كَمَا يُجْزَى سِنِمَّار
"Anak
Abu Al-Ghailan itu membalas kebaikan ayahnya ketika ayahnya telah menginjak
usia tua, sebagaimana pembalasan kepada Sinimmar."
Siapa itu Sinimmar?
Sinimmar adalah seorang arsitek berkebangsaan
Romawi yang tersohor dan terhebat pada abad 4 masehi. Pada masa itu, di Kufah (Iraq)
terdapat sebuah kerajaan raksasa dengan kekayaan melimpah. Tampuk kerajaan
diduduki oleh Nu’man bin Imru’ul Qoys.
Nu'man ingin menahbiskan tahtanya sebagai kerajaan
terhebat di atas muka bumi. Untuk merealisasikan ambisinya itu, ia berencana
membangun istana terbesar dan termegah seantero dunia. Dia sanggup merogoh
biaya fantastis demi mewujudkan mimpinya. Tak tanggung-tanggung, Nu'man mendatangkan
arsitek terhebat di dunia. Diserahkanlah tender pembangunan itu kepada firma
kontraktor milik Sinnimar.
Di tangan Sinimmar, dia hanya butuh waktu tiga
tahun untuk mewujudkan mimpi sang raja menjadi nyata. Berdirilah di Kufah sebuah
istana megah tinggi menjulang ke langit, dengan furnitur, kreasi dan variasi
bangunan yang tak pernah ada sebelumnya di dunia. Untuk membangun istana
sebanding, kontraktor lain diperkirakan akan menghabiskan waktu sekitar 60
tahun.
Istana baru itu dinamakan Istana Khuwarnaq.
Khuwarnaq menjadi fenomenal, semua orang terfana melihatnya, berita
keindahannya tersebar ke seluruh penjuru dunia. Wajar kabar ngehits tentang
Khuwarnaq menimbulkan kecemburuan dari kerajaan-kerajaan lain.
Sedangkan Raja Nu’man memiliki watak tidak mau
terkalahkan. Ia khawatir akan ada istana lain yang dibangun lebih megah
menandingi kreasi Sinimmar. Maka ia punya ide picik. Dia mengundang Sinimmar,
sang arsitek yang berjasa besar padanya untuk mengadakan pesta meriah dalam
rangka merayakan keberhasilan itu.
Sinimmar menerima undangan dengan bangga dan
gembira. Dalam bayangannya, dia akan dihidangkan jamuan lezat. Pesta ini tidak
digelar di dalam istana, tapi di lantai puncak (sutuh). Malangnya, di atas
sutuh bukan hidangan makanan yang didapati, ternyata sinimmar dijebak dengan
modus undangan itu. Yang ada, pengawal raja memegang kaki dan tangan sinimmar, sehingga
tidak kuasa melakukan perlawanan dan dengan biadab para pengawal itu melempar
Sinimmar dari atas sutuh pencakar langit. Agar Sinimmar tidak membuat istana lain
di luar sana.
Kejadian ini menjadi tragedi kemanusiaan
terkenal yang menodai sejarah keluhuran budi pekerti. Lalu diabadikanlah
sebagai pribahasa (yudhrab bihi al-matsal), "Pembalasan kepada
Sinimmar" untuk mengkonotasikan perbuatan baik yang diganjar dengan
kejahatan.
Istana Khuwarnaq bertahan selama 800 tahun
lamanya, dijumpai oleh Ibnu Bathuthah dalam pengembaraannya dan ditulis
deskripsinya. Penelitian pertama kali dilakukan oleh delegasi tim riset dari
Universitas Oxford tahun 1931.
Muqorror Balaghah Tingkat II 2018 |
Syi'ir milik Salith bin Sa’ad di atas biasanya digunakan dalam muqaddimah kitab-kitab Balagoh sebagai contoh (syahid) atas pelanggaran kaidah Fashāhah dan kaidah Nahwiyyah. Dimana kriteria kefasihan sebuah redaksi terbebas dari tiga aib: kerancuan kalimat (tanafur al-kalimat), lemah susunan (dho'fu al-ta'līf) dan kompleksitas urutan redaksi (al-ta'qid).
Lebih spesifiknya, syi'ir ini terkategori dalam aib kedua yaitu lemah susunan (dho'fu al-ta'līf) karena melanggar peraturan nahwu "bahwa setiap dhamir memiliki marji' tempat dia kembali dari isim zhahir sebelumnya, maka tidak diperkenankan dhamir datang sebelum tempat dia kembali". Sedangkan dhamir pada lafazh بنوه kembali kepada maf'ul أبا الغيلان yang secara susunan datang terakhir. Jadi susunan dalam bait itu syadz, padahal berdasarkan qiyas seharusnya dhomir kembali kepada yang terdahulu datang, bukan setelahnya. Perincian terkait pembahasan ini dapat dirujuk pada Syarh Bait Alfiyah Ibnu Malik berikut:
وشاع نحو خاف ربه عمر – وشذ نحو زان نوره الشجر
Wallāhu Ta'āla A'lam..
Komentar